bakabar.com, JAKARTA - Prof. dr. Damayanti R Sjarif Ph.D Sp.A(K) menjelaskan jika tumbuh kembang anak harus menjadi prioritas pemerintah. Ini penting, karena tumbuh kembang anak berkorelasi positif terhadap masa depan generasi berikutnya.
Selain itu, kebutuhan gizi yang cukup dan seimbang menjadi tantangan tersendiri, utamanya ketika kesenjangan sosial dan akses makanan bergizi masih terjadi di masyarakat.
"Pemenuhan gizi seimbang pada anak harus tetap dilaksanakan, agar kebutuhan tumbuh kembang anak terpenuhi, sebab jika tidak, yang terancam adalah sebuah generasi," ungkap Prof. Damayanti pada seminar "Peran Protein Hewani dalam Mencegah Stunting" yang dihelat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada Selasa (24/01).
"Edukasi dan penyampaian informasi mengenai pentingnya protein hewani dalam mencegah stunting pada anak harus dilakukan secara berkala pada masyarakat," imbuhnya.
Baca Juga: Pilihan Tablet yang Cocok buat Anak-Anak Main Gim Edukatif
Dia menegaskan, pemantauan gizi pada anak stunting tidak boleh dilakukan sekali saja. Pemantauan harus dilakukan hingga permasalahannya selesai.
"Ada dua kali puncak pertumbuhan yakni pada masa anak dan remaja. Sampai kapan pun harus cukup komposisi gizi dan energi yang dikonsumsi, utamanya di dua tahun pertama," ungkap Prof. Damayanti.
Periode dua tahun pertama merupakan fase kritikal karena otak manusia tumbuh mencapai 20%. Hal ini yang menyebabkan, mengapa stunting ada hubungannya dengan kecerdasan.
Prof. Damayanti menegaskan, jika ada anak dengan riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan prematur, bayi tersebut harus segera dipantau oleh dokter anak.
Baca Juga: KPAI Terima 502 Aduan Kekerasan Anak di Tahun 2022, Jabar-Jakarta Tertinggi
"Kalau sampai 4 tahun dia ternyata belum bisa memenuhi syarat, maka harus dikonsulkan ke spesialis anak dan endokrin, terus diikuti sampai masalah stuntingnya selesai," ungkapnya.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastusi menjelaskan Pemprov DKI Jakarta terus mengawal proses penurunan angka stunting dengan mengedepankan kerja sama multisektoral.
"Diperlukan kerja sama multisektoral, terutama untuk mencapai berbagai lapisan masyarakat," tuturnya saat disinggung soal strategi penurunan angka stunting.
Widyastusi menambahkan, "Karena intinya, satu selamatkan anak kita, selamatkan bangsa kita. Mereka adalah kita 25 tahun ke depan, agar mereka jadi bibit unggul," tandasnya.
Baca Juga: Jokowi Ingatkan Persoalan Stunting 23 Persen Kasus Bayi Meninggal dalam Kandungan
Stunting di Indonesia
Kasus stunting selalu menjadi perhatian. Hingga hari ini, Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan terkait gizi pada anak.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi persoalan saat berbicara tentang gizi, yakni kekurangan gizi yang dapat menyebabkan stunting dan gizi berlebih yang dapat menyebabkan obesitas.
Survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan prevalensi stunting sebesar 24,4%. Angka itu jauh lebih tinggi dari prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024, yakni 14%.
Sementara itu, berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada balita sebesar 3,8% dan obesitas usia 18 tahun ke atas 21,8%. Adapun target penurunan angka obesitas di 2024 tetap sama yakni 21,8%.
Baca Juga: Raden Indrajana, Pelaku KDRT Anak Resmi Ditahan
Pada jangka panjang dan jangka pendek, stunting berpengaruh terhadap indikator pembangunan kesehatan bangsa. Stunting juga berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus.
Anak-anak yang menderita stunting berpotensi mengalami gagal tumbuh. Itu ditunjukkan dengan tinggi badan pendek dan perkembangan intelektual yang terhambat.
Dalam jangka panjang, stunting menyebabkan terjadinya gangguan metabolik yang berpotensi meningkatkan risiko obesitas, diabetes, stroke, dan penyakit jantung.