bakabar.com, BANJARMASIN – Adu mulut antara petugas Satpol PP dengan pemilik rumah makan non-halal di Veteran Banjarmasin masih jadi isu hangat.
Beragam komentar dan spekulasi warga pun mencuat. Paling liar adalah petisi untuk membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Banjarmasin Nomor 4 Tahun 2005 tentang larangan kegiatan saat Ramadan.
Hal itu lantas menarik perhatian Nasrullah, dosen Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat. Menurutnya, masyarakat harus lebih bijak menanggapi persoalan tersebut.
Karena, Nasrullah menganggap, persoalan ini bukanlah hal yang harus dibesar-besarkan. Apalagi sampai ada penggalangan suara pembatalan perda.
“Kalau saya melihat sebenarnya biasa-biasa saja. Hanya saja karena petugas Satpol PP yang banyak lalu terkesan panas. Tapi kan itu tupoksi mereka,” katanya baru-baru ini.
Terlepas itu, Nasrullah melihat, perdebatan terjadi karena si pemilik depot merasa berbeda.
“Dia merasa different, karena menjual makanan non-halal. Sehingga dia merasa punya keluwesan atau argumen pribadi untuk melakukan aktivitas,” katanya.
Padahal, kata dia, dalam perda sudah jelas tertulis. Semua tempat usaha yang menjual makanan di Banjarmasin, harus wajib menaati aturan untuk tutup siang hari di bulan Ramadan.
“Artinya siapa pun yang memiliki usaha di Kota Banjarmasin harus patuh dan taat terhadap perda tersebut,” katanya.
“Kalau bicara teknis, perda itu juga tidak bermaksud untuk mematikan usaha. Hanya saja membatasi waktu operasional. Setiap pengusaha mestinya paham karakteristik setiap tempat dia berusaha,” lanjutnya.
Soal petisi, Nasrullah berharap, masyarakat bisa bijak dalam melihat suatu peristiwa semacam ini. Terlebih sampai memakai isu mayoritas-minoritas.
“Karena bisa berpotensi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan. Jadi sebaiknya fokus saja terhadap isi Perda,” katanya.
“Kalau tidak sepakat, silakan saja gugat perda itu. Peluangnya terbuka untuk mengkritisi” tambahnya.
Terkait adanya warganet yang membandingkan Perda Ramadan di Banjarmasin dengan kota lain yang membolehkan warung makan tetap buka, Nasrullah bilang, itu adalah fenomena histeria massa. Warga bebas menyampaikan pendapat. Terlebih di media sosial.
“Namanya kan peraturan daerah, jadi setiap daerah tentu berbeda. Tidak bisa generalisir,” katanya.
Seperti diwartakan sebelumnya, ribut-ribut Satpol PP dengan pemilik warung di Veteran, Kamis (7/4) berujung petisi pembatalan Perda Ramadan. Bukan karena warung itu menjual makanan mengandung babi, melainkan tetap beroperasi penuh selama Ramadan.
Saat hendak diberi teguran, pemilik tak terima karena merasa sudah cukup menutup setengah pintu warung. Perdebatan panas antara Mulyadi, Kasi Penegakan Perda Satpol PP Banjarmasin dengan pemilik warung terjadi.
Sampai, Jumat malam (8/4), sudah 1.303 orang membubuhkan tanda tangan mendukung petisi "batalkan Perda Ramadan" via change.org tersebut. Kabar terbaru Minggu (10/4) jumlahnya bertambah menjadi 1.556 orang.
Sebelumnya, Kepala Satpol PP Banjarmasin, Ahmad Muzaiyin membenarkan penertiban yang dilakukan pihaknya. Menurutnya, upaya sosialisasi Perda telah maksimal dilakukan. Namun tetap saja banyak pemilik warung makan mengaku tidak tahu.
Satpol PP, kata dia, hanya melakukan upaya peneguran bagi warung makan yang melanggar Perda Ramadan. Teguran tertinggi barulah penutupan.
Sementara Wali Kota Ibnu Sina siap menampung aspirasi warga terkait penolakan Perda Ramadan. "Silakan disampaikan, tapi juga dengan DPRD karena Perda ini 'kan disahkan dalam paripurna dewan," ucapnya.
Kata dia, aturan terkini sudah cukup tolerir. Salah satunya memajukan izin buka warung. Semula pukul 17.00 kini 15.00.
Catatan Dewan
Ribut-Ribut Pol PP Vs Bos Warung di Veteran, Jangan Lupakan Semangat Perda Ramadan
Ribut-ribut Satpol PP dengan pemilik warung makan nonhalal juga memantik perhatian Wakil Ketua DPRD Banjarmasin, Matnor Ali.
Menurut Matnor, Perda Ramadan sudah bersifat umum. Artinya, tidak mengenal warung, depot atau rumah makan yang menyajikan makanan halal atau nonhalal.
"Namun Perda ini kan sifatnya khusus. Hanya diterapkan saat Ramadan, jadi tolong dipahami," jelasnya kepada bakabar.com, Jumat (8/4) malam.
Kendati begitu, Matnor melihat ada yang keliru dari penertiban tersebut. Matnor berkata mestinya Satpol PP bisa mengejawantahkan semangat Perda Nomor 4 Tahun 2005 tentang larangan kegiatan saat Ramadan.
"Jadi semangatnya ini, meminta agar menghormati warga yang mayoritas berpuasa. Tutup sebagian warungnya, pokoknya tidak terang-terang 'lah," ujar Matnor.
Warung, depot maupun restoran boleh buka asal terbatas. Tidak sepenuhnya selama siang hari saat Ramadan. Apalagi membuka pintu sepenuhnya. Harus meniru warung sakadup.
"Jadi bukan menutup sepenuhnya, buka setengah 'kan juga bisa tetap beroperasi. Apalagi sekarang era digital, bisa maksimalkan jual-beli online," ujarnya.
Karenanya, Matnor melihat tidak ada yang salah dengan Perda Ramadan yang sudah berusia 15 tahun. Rencana revisi terlalu jauh untuk dilakukan. Ribut-ribut antar-Satpol PP dengan pemilik warung, menurut Matnor murni sebatas miskomunikasi.
Karenanya, dalam waktu dekat, jajaran Komisi I, kata Matnor, akan memanggil kepala Satpol PP. Ia meminta Satpol PP memperbaiki pola komunikasi mereka.
"Cara-cara yang lebih persuasif harus dikedepankan Satpol PP agar tidak terjadi miskomunikasi," paparnya. (*)
Dilengkapi oleh Bahaudin Qusairi
Ribut-Ribut Pol PP Vs Bos Warung di Veteran, Jangan Lupakan Semangat Perda Ramadan