bakabar.com, JAKARTA - Pengamat terorisme The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, mengatakan aksi teror yang dilakukan terjadi selama ini tidak hanya diindentikan karena agama semata.
"Dari kenyataan empirik, banyak orang yang punya pemikiran radikal, kemudian dia otomatis jadilah seorang teroris atau kemudian pasti orang memiliki pemikiran radikal akan melakukan tindakan teror," ujar Harits saat dihubungi bakabar.com, Jakarta, Kamis (8/12).
Dia menjelaskan munculnya akar terorisme disebabkan adanya radikalisme pemikiran. Karena itu, seseorang menjadi teroris karena didominasi pemahaman indoktrinasi dalam dirinya.
Baca Juga: Polisi Perketat Pintu Masuk Pulau Bali Pascabom Bunuh Diri Astana Anyar
"Banyak orang-orang yang punya pemahaman-pemahaman keras, seorang menyatakan radikal, tapi tidak otomatis kemudian dia mau atau bisa atau berani untuk melakukan tindakan-tindakan teror," jelasnya.
Kejadian bom bunuh diri yang terjadi di Polsek Astanaanyar, Bandung, yang merupakan mantan narapidana teroris yang baru saja bebas dari Nusakambangan bernama Agus Sujatno.
Agus dinyatakan bebas murni pada 14 Maret 2021. Lalu ia menjalani masa pidananya selama empat tahun. Bahkan, Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo menyebut pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, pernah dipenjara karena kasus bom Cicendo.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Tak Kurangi Pelayanan, Pengamanan Diperketat Pascabom Astana Anyar
Melihat profil yang dilakukan oleh mantan narapidana terorisme, Harits mengatakan aksi teror yang dilakukan pelaku bukan hanya soal agama semata yang dia pahami dan pemahaman yang menyimpang. Adanya kompleksitas masalah yang melatarbelakangi munculnya aksi terorisme.
"Tapi ini fenomena sosial, pemahaman itu, ada variabel-variabel lain, kondisi ekonomi, kondisi kehidupan keluarga, atau kondisi pendidikan, atau situasi politik-global atau regional, kemudian menjadi suatu titik, atau stimulan kuat, akan mentrigger tindakan-tindakan, aksi terorism itu," katanya