bakabar.com, JAKARTA - Pengamat transportasi Azaz Tigor Nainggolan mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan audit sehubungan dengan maraknya parkir liar yang menciptakan kemacetan di Ibu Kota.
"Sekarang Pj Gubernur Jakarta memiliki target memecahkan masalah kemacetan Jakarta. Manajemen Parkir bisa dijadikan salah satu cara memecahkan kemacetan Jakarta seperti yang diharapkan oleh Pj Gubernur Jakarta Bapak Heru Budi," ujar Azaz Tigor dalam keterangannya di Jakarta, Senin (5/12).
Tigor sangat mendukung Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dalam memecahkan persoalan kemacetan. Pihaknya mendorong adanya evaluasi Dinas Perhubungan guna menertibkan dan memperbaiki manajemen perparkiran, lantaran juga menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar.
Di sisi lain, Tigor juga menilai sampai saat ini belum jelas aliran dana parkir liar yang fantastis yang bisa mencapai setengah triliun dalam setahun. Hal itu juga dipicu harga yang dipatok juru parkir liar melebihi ketentuan yang dibuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Karena itu dia juga mempertanyakan tidak transparansi pengelolaan uang yang menjadi salah satu andalan penghasilan Jakarta itu selama ini.
Seperti halnya di Jalan Jatinegara Timur depan Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, tidak ada yang Rp2.000 untuk motor dan Rp5.000 untuk mobil.
"Parkir di kawasan parkir liar di jalan Jatinegara itu motor Rp3.000 dan mobil Rp10.000," katanya.
Tigor menyebutkan, di semua kawasan parkir liar di sekitar Grand Indonesia itu terdapat banyak sekali titik parkir yang diisi ribuan sepeda motor. Menurut dia, sangat besar pendapatan parkir liar di kawasan sekitar Grand Indonesia itu.
"Misalnya saja ada sekitar 5.000 sepeda motor setiap hari yang parkir di sana maka pendapatannya ada Rp50 juta sehari, Rp1,5 miliar sebulan dan Rp18 miliar dalam setahun," katanya.
Menurut Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) itu, parkir liar di badan jalan Jakarta bukan rahasia lagi, hingga memicu konflik kelompok atau ormas tertentu untuk mendapatkan jatah parkir liar di badan jalan. Kondisi ini sudah sering terjadi beberapa tahun lalu seperti di Kelapa Gading atau di Cibubur.
Menurut dia, di Jakarta ada sekitar 16.000 satuan ruas parkir (SRP) di badan jalan yang dulu liar dan sudah ditutup. Namun lima tahun terakhir parkir liar di badan jalan itu hidup dan marak lagi.
Dalam perhitungannya, jika sehari delapan jam efektif parkir dan satu jam rata-rata membayar Rp10.000 maka pendapatannya parkir liar di Jakarta Rp10.000x8x16.000 adalah Rp1,28 miliar sehari, Rp38,4 milyar sebulan dan menjadi Rp460 miliar setahun.
"Ya sekitar Rp460 miliar setahun uang parkir liar di Jakarta, itu jika diambil hitungan dari 16.000 SRP awal di Jakarta. SRP parkir liar di Jakarta tentu jumlahnya bisa lebih banyak maka pendapatannya bisa bertambah lagi," katanya.
Tigor menjelaskan, perhitungan satu SRP efektif delapan jam setiap hari di Jakarta adalah hitungan kecil. Dalam daerah tertentu, kata Tigor, pendapatan satu SRP bisa efektif lebih dari 12 jam sehari sehingga pendapatannya akan jadi jauh lebih besar lagi.
Jika mau lebih tepat lagi, Pemprov DKI harus melakukan survei investigatif seperti yang pernah dilakukannya pada 2007.
Menurut dia, sangat mudah untuk melakukan perhitungan pendapatan retribusi parkir di badan jalan yang sekarang jadi parkir liar. Itu pun belum menyasar perhitungan pendapatan parkir di semua pasar Jakarta.
"Satu pasar di Jakarta bisa mendapatkan setidaknya Rp1 miliar setahun, pasar tradisional di Jakarta yang dikelola oleh PD Pasar Jaya setidaknya ada 96 pasar," tuturnya. Seperti dilansir antara.
Tigor menyebutkan, dalam setahun pendapatan parkir dari pasar tradisional di pasar PD Pasar Jaya sedikitnya mencapai Rp96 miliar.