bakabar.com, JAKARTA- Pengamat Perasuransian Irvan Rahardjo mengatakan, sebaiknya produk asuransiunit link ditinggalkan.
"Asuransi sedang menghadapi banyak masalah. Perlu konsolidasi dan pendisiplinan pasar agar kembali pada praktik bisnis yang prudent dan hati-hati," kata Ivan dikutip dari detikcom, Selasa (13/12).
Ivan menyebut, ke depannya model bisnis produk asuransi pun akan mengalami perubahan.
Ia menjelaskan, saat ini produk asuransi sedang mengalami transisi.
Dengan SE OJK Nomor 5 tahun 2022 terkait Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI), yang menuntut transparansi yang jauh lebih ketat dan disiplin.
Akibatnya, saat ini unit link mengalami penurunan.
Menurutnya produk asuransi dihadapkan pada IFRS 17 yang akan merubah business model produk secara total.
"Terutama dalam soal pengakuan pendapatan. Tidak lagi bisa membukukan premi yang bukan merupakan pendapatan asuransi, melainkan hanya membukukan feebase income," ucap Irvan.
IFRS 17 sendiri merupakan standar pengukuran internasional untuk akuntansi kontrak asuransi.
IFRS 17 di Indonesia sendiri diterjemahkan menjadi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 74 tentang kontrak asuransi.
Irvan mengatakan, nantinya asuransi akan kembali ke pelayanan dan bukan mengejar premi.
"Utamakan bottom line (Laba Operasional) bukan top line (Penjualan/Sales Income)," tutur Irvan.
Sementara itu, dari sisi perencana keuangan, unit link sendiri masih memiliki potensi cuan.
Hal ini diutarakan oleh Perencana Keuangan Andy Nugroho.
Ia menjelaskan, produksi unit link sendiri sangat mirip dengan pengelolaan dana entitas reksadana.
"Nah jadi apakah masih punya celah Untuk cuan? Ya masih jawabannya, masih ada," ujar Andy, saat dihubungi terpisah.
"Kita juga harus memahami bahwa yang namanya unit link ini adalah produk one stop solution. Artinya apa? Dia menggabungkan antara proteksi asuransi jiwa unit link itu," papar Andy.
Di sisi lain, menurutnya, di tengah kondisi ekonomi yang penuh gonjang-ganjing ini dan harganya turun, malahan bisa jadi ini merupakan potensi untuk top up lagi.
Dengan harapan ketika ekonomi membaik, nilai investasinya menjadi lebih tinggi.
Andy menjelaskan berbahaya tidaknya unit link tergantung pemahaman konsumen tentang produk asuransi itu.
"Seperti kalau kita beli reksadana yang sifatnya tidak sesuai dengan profil resiko kita, itu berlaku juga di unit link," ungkap Andy.
Namun, Andy mengatakan, perlu diingat pula kalau fungsi sebenarnya dari produk ini ialah sebagai asuransi jiwa.
Apabila masyarakat ingin mendapatkan sisi cuannya, tetap diperlukan pemahaman soal investasi, seperti halnya di reksadana.