bakabar.com, BANJARMASIN - Pemkot Banjarmasin diterpa isu miring pungutan liar (pungli) dana penanganan stunting dari 27 puskesmas.
Dugaan pungli itu dibungkus dengan Program ASN Kota Banjarmasin Peduli Stunting.
Kabar berhembus, Dinkes Kota Banjarmasin meminta puskesmas-puskesmas untuk menyetorkan dana Rp300-500 ribu setiap bulannya. Aturan ini mulai diberlakukan pada April 2023 lalu.
Dikonfirmasi, Kepala Dinkes Banjarmasin, dr Tabiun Huda menyatakan, sumbangan dalam Program ASN Kota Banjarmasin Peduli Stunting itu bukanlah pungli.
Melainkan turunan dari program yang didorong oleh pemerintah pusat melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Yakni, program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS).
"Kemudian, diterjemahkan ke program ASN Kota Banjarmasin Peduli Stunting," ucapnya, Rabu (6/3) di Balai Kota.
Menurut Tabiun, donasi dalam program tersebut tidak diwajibkan dan tak memiliki patokan nominal yang harus disumbangkan.
Bentuknya hanya berupa imbauan. "Yang tidak berkenan, tidak apa-apa. Yang mau berdonasi, alhamdulillah," ujarnya.
Dana yang terkumpul kemudian disalurkan ke rekening khusus yang dikelola oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Banjarmasin.
Sehingga, kata dia, penyetoran tidak mesti ke dinkes. "Pada intinya, kami sudah menyerahkan nomor rekeningnya, silakan dikirim sendiri atau sama-sama dikoordinir di dinkes tidak apa-apa," paparnya.
Disinggung apakah dana APBN dan APBD tak cukup untuk menangani stunting, sampai harus membuat program tersebut?
Seperti diketahui, tidak sedikit dana yang digelontorkan untuk penanganan stunting. Ada dana APBN maupun dana APBD.
Di Dinkes Banjarmasin, tahun ini dana APBN untuk penangan stunting nominalnya mencapai Rp5,5 miliar.
Kemudian, adapula dana yang dialokasikan Dinkes dari APBD Kota Banjarmasin, nominalnya sekitar Rp300 juta.
"Dari APBD sedikit, karena terdampak refocusing atau pergeseran anggaran," ujar Tabiun.
Tabiun mengatakan, sebenarnya, permasalahan stunting sangatlah kompleks. Maka menurutnya, mesti ada kepedulian masyarakat. Ini pula yang menjadi alasan mengapa ada program ASN Kota Banjarmasin Peduli Stunting.
"Jangan hanya instansi saja. Perlu mengajak masyarakat (ASN), karena mereka juga harus tahu tentang persoalan stunting," tekannya.
Bukan masalah kekurangan duit. "Tapi, ini soal kepedulian. Membangkitkan kepedulian masyarakat," sergahnya.
Ia meyakini, dengan adanya kepedulian, penanganan stunting pun bisa diselesaikan dengan cepat.
"Kalau masalah (duit), tinggal gelontorkan saja selesai. Tapi bagaimana bila akhirnya masyarakat tidak peduli," singgungnya.
Adanya program ini, katanya, penting untuk merangsang kepedulian masyarakat. "Jadi sekali lagi bukan cuma masalah duit. Karena pemerintah, punya banyak duit," tekannya.
"Kita harus mengajak semua kalangan bekerja sama. Pemerintah, stake holder, perusahaan melalui CSR dan lain sebagainya," imbuhnya.
Senada, Kepala DPPKBPM Banjarmasin, Helfian Noor menegaskan, program ASN Kota Banjarmasin Peduli Stunting adalah turunan dari program pemerintah pusat. Dari program BAAS, diimplementasikan ke daerah.
"Di Kota Banjarmasin, yakni ASN Kota Banjarmasin Peduli Stunting," ucapnya, Rabu (6/3).
Ia juga menyebut, program itu adalah bentuk kolaborasi untuk menekan angka stunting.
"Tapi sekali lagi, tidak diwajibkan. Hanya sukarela," tekannya.
Ia memaparkan, sejauh ini dana yang terkumpul dari program ASN Kota Banjarmasin Peduli Stunting mencapai Rp234 juta.
"Dana masuk ke rekening khusus Pengelola BAAS. Penanggung jawabnya Kabid Kesejahteraan Keluarga di DPPKBPM Banjarmasin," ungkapnya.
Dana yang masuk, disalurkan dalam bentuk makanan. Yang diserahkan setiap harinya ke masing-masing sasaran di kelurahan.
Di tingkat kelurahan, katanya, ada program inovasi Kelurahan Zero Stunting. Ada lima kelurahan yang jadi lokusnya saat ini.
"Salah satunya, Kelurahan Antasan Besar. Di sini, ada 13 anak yang terdeteksi stunting," ungkapnya.
Helfi bilang, donasi ASN ini diharapkan mampu menginspirasi berbagai kalangan agar punya komitmen membantu pengentasan kasus stunting.
"Stunting ini tidak hanya persoalan anak yang tidak bisa mendapatkan makanan bergizi, tapi ada banyak hal lain," tekannya.
Jadi menurutnya, pendanaan tidak hanya bersumber dari APBD atau APBN, namun juga ASN yang diharapkan bisa berpartisipasi.
Di DPPKBPM Banjarmasin sendiri, menggelontorkan anggaran sebesar Rp2,3 miliar untuk penanganan stunting. Dana itu, disalurkan ke sebanyak 394 posyandu balita di Banjarmasin.
"Per bulan, masing-masing posyandu balita mendapatkan Rp500 ribu, untuk penyediaan makanan tambahan," jelasnya.
Disinggung berapa angka anak yang terdeteksi kasus stunting di Banjarmasin Helfi mengatakan, sudah terjadi pengurangan.
Ia bilang, kini hanya tersisa sekitar lebih 500 kasus. Dari yang sebelumnya, pada tahun 2023 lalu, berjumlah sebanyak 1.200 kasus.
Pantauan Rabu (6/3) itu, penanganan stunting masih berlangsung. Di dapur khusus yang disediakan di kawasan Kelurahan Antasan Besar, balita diukur dan ditimbang. Ada balita yang menangis, ada pula yang tampak semringah. Sesudah itu, konsumsi pun diberikan.
Sebagai orang tua, Normina, mengaku senang dan sangat terbantu dengan adanya program tersebut.
"Bagus, buat sarapan anak setiap pagi. Setiap hari, kecuali hari Minggu, kami mengambil makanan di sini," ungkapnya, sembari membawa buah hatinya yang berusia 2 tahun 6 bulan.
"Alhamdulillah gizi anak saya tercukupi. Tapi karena terkadang anak saya sakit, nafsu makannya jadi berkurang," tutupnya.