Sementara Penasihat Hukum (PH) terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berada di ruang sidang anak PN Barabai yang dihadiri ibu korban, Sainah dan 2 keluarga korban.
Pada putusan setebal 39 laman yang dibacakan majelis hakim, R divonis pidana 7 tahun 6 bulan. Putusan ini lebih tinggi dari tuntutan JPU yang hanya 7 tahun.
Putusan itu merupakan setengah dari Pasal 338 KUHP selama 15 tahun atau maksimal hukuman bagi orang dewasa.
Juru Bicara PN Barabai, Ariansyah menyebutkan ada hal yang memberatkan terdakwa hingga majelis memutus hukuman lebih tinggi 6 bulan.
"Apa yang dilakukan atau perbuatan terdakwa ini tergolong kejam dan sadis. Terdakwa membunuh 2 nyawa sekaligus [Korban dan anak yang masih dalam kandungan berumur 9 bulan, red.]," kata Ariansyah usai sidang putusan.
Majelis, kata Ariansyah melihat secara keselurahan atas terdakwa anak itu sesuai dengan fakta-fakta persidangan. Baik hal yang membertakan maupun yang meringankan.
Ariansyah menyebutkan, ada fakta menarik dalam pertimbangan majelis dalam memutus perkara itu. Pertanyaan besar untuk sosok RY atau rekan terdakwa yang menemaninya ke rumah Latifah di Jalan Lingkar Walangsi-Kapar Desa Banua Binjai.
Selama proses penyidikan hingga persidangan, sosok RY terus disebut-sebut. Namun dalam BAP hingga di meja hijau tidak pernah dimunculkan sosok teman R ini.
Dikatakan Ariansyah, fakta hukum bicara lain, ada yang melihat ke duanya datang bersama ke kediaman korban bahkan R dan RY sebelumnya sempat menyinggahi salah satu saksi dan satu orang yang tidak ada dalam BAP atau memang tidak mau menjadi.
Selain itu juga berdasarkan pesan WhatsApp korban ke ibunya yang menyebutkan bahwa korban kedatangan tamu yakni R dan keponakan kades yang diduga RY.
"RY ini disebut juga dalam surat dakwaan. Dalam rangkaian peristiwa RY ini memang yang menemani R dari berangkat sampai pulang bahkan sampai membuang barang bukti," ujar Ariansyah.
Mengingat kondisi terdakwa R atau anak di bawah umur memiliki hak ingkar, kata Ariansyah, akan tetapi tidak bisa dipercayai begitu saja dengan keterangan yang diberikannya. Maksudnya, terdakwa anak memberikan keterangan bahwa rekannya tadi hanya menunggu di luar rumah saja.
Rekannya ini disebut-sebut tak tau kalau terjadi tindak pidana pembunuhan. Apalagi saat ini sosok RY juga telah meninggalkan HST untuk bekerja. Hal itu berdasarkan surat keterangan Kades Patikalain.
"Apalagi surat ini dibuat ayah terdakwa [kades]," kata Ariansyah.
Pertanyaan besar lainnya, Arianysah menyebutkan senjata tajam (sajam) yang ditaruh di rumah Latifah oleh suaminya atau kades tadi.
"Tujuan sang ayah menaruh sajam tersebut juga tidak jelas dan tidak ada izin kepemilikan sajam. Kemudian juga dikaitakan mengenai sampai saat ini ayah terdakwa dengan keluarga korban tidak ada itikad baik atau belasungkawa," tutup Ariansyah.
Sementara JPU Prihanida Dwi Saputra mengatakan, apa yang dibuktikan itu sama dengan tuntutan yaitu, dakwaan pada Pasal 338 KUHP dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Mengenai penjatuhan hukum pidana, kata jaksa, dalam Sistem Peradilan Pada Anak (SPPA) hukumannya setengah dari maksimal orang dewasa. Jadi tuntutannya 7 tahun 6 bulan dan itu masih masuk dalam koridor.
"Putusan majelis sama dengan pertimbangan yuridis dituntutan JPU yaitu, terbukti Pasal 338 KUHP. Ini karena ada banyak hal-hal yang memberatkan," terang jaksa yang akrab disapa Mas Han ini.
Memang, kata Mas Han, fakta-fakta yang diungkap majelis hakim tersebut memberatkan terdakwa. Seperti sajam tadi yang bukan benda pusaka, bukan peruntukannya atau tidak berkaitan dengan mata pencarian itu melanggar undang-undang darurat.
Mengenai RY, kata Mas Han, berdasarkan keterangan dan rangakaian peristiwa berkesesuaian. Namun dalam pembuktian hanya R eksekutor tunggal.
“Pada intinya, sepakat dan secara yuridis terbukti secara sah dan meyakinkan, eksekutor tunggalnya itu si R. Untuk selanjutnya sebagaimana yang diatur Pasal 196 ayat 3 KUHP, baik penuntut umum maupun pihak terdakwa diberikan waktu selama 7 hari untuk pikir-pikir [upaya hukum banding, red.]," tutup Hanida.