Tak lama berselang, datang Herlan dengan parang terhunus. Dari gelagatnya, ia tampak dalam pengaruh minuman keras.
"Sudah jangan ribut-ribut, malu dilihat tetangga," ujar Didi seraya menenangkan Herlan.
Tak disangka, Herlan malah menebaskan parangnya ke tengkuk belakang leher, pinggang, hingga bahu Didi.
Usai menghabisi Didi, Herlan kembali pulang. Berselang kemudian, jejaknya hilang di hutan belakang rumahnya.
Sementara, Didi tergeletak bersimbah darah. Teriakan istrinya menggegerkan warga yang sedang menggelar hajatan pernikahan tak jauh dari rumahnya.
Seorang warga, Uthuk yang berada di hajatan pernikahan sempat berpapasan dengan Herlan. Kala itu Herlan berkata, "Ayo dan lihat, Didi sudah kubunuh."
Didi sejatinya sempat dilarikan warga ke puskesmas terdekat. Nahas, nyawanya tidak tertolong lantaran kehabisan darah.
Didi meninggalkan seorang istri dan anak yang masih berusia 9 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi orang tuanya.
"Ibu dan bapak saya sudah tua. Sakit-sakitan memikirkan pembunuh adik saya belum juga tertangkap," jelas Yayar Safari, Kakak Kandung Didi kepada bakabar.com.
Lantas, apakah jika Didi tertangkap pihak keluarga akan memaafkan Herlan? "Pintu maaf tertutup untuk Herlan," jelas Yayar.
Didi, kata Yayar selama ini dikenal sebagai pribadi yang baik. Meski hidup serba kekurangan, ia kerap membantu tetangganya.
"Adik saya setelah mengalami kecelakaan, tidak bisa bekerja berat lagi," ujarnya.
Didi juga dikenal tidak pernah berbuat masalah. Lain halnya Herlan yang dikenal suka menantang berkelahi warga jika mabuk.
Perangai buruk tersebut diperkuat dengan status Herlan yang merupakan seorang residivis.
2011 silam, Herlan membunuh seorang warga bernama Mansyah saat bekerja sebagai pendulang emas di Hampang, Kotabaru.
Saat itu, Herlan dituduh korban dan keempat rekannya mencuri sebuah dompet di warung kopi.
Herlan yang dikeroyok keempatnya berhasil selamat. Saat diamankan di kediamannya, polisi menemukan Herlan dalam keadaan bersimbah darah dengan 17 mata luka di sekujur tubuhnya.
Kaget bukan kepalang, saat pagi hari polisi menemukan sesosok jasad di belakang rumah yang ditinggali Herlan. Jasad itu adalah Mansyah, salah satu pengeroyok Herlan.
Sulit Dicari, Pembunuh Brutal di Gambah Diduga Sudah Tak di HST
Selesai menjalani hukuman penjara di Lapas Kotabaru, dua tahun kemudian Herlan kembali muncul di Desa Gambah.
Ia mempersunting seorang perempuan asal Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Demi mencukupi kebutuhan sehari-harinya, Herlan bekerja serabutan. Kadang menjadi tukang bangunan, kadang menjadi pemetik buah kelapa.
Hari ke-28 buron usai membunuh Didi, Herlan dikabarkan terlihat keluar dari hutan persembunyiannya.
Namun saat ditelusuri, warga tak mau banyak berbicara. Kali terakhir, Herlan terlihat menenteng senjata tajam.
Lokasi Herlan muncul berada di Desa Aluan, berjarak sekitar 10 menit dari Desa Gambah.
Antara Gambah dengan Aluan hanya dihelat kebun, semak belukar atau persawahan.
Desa Aluan cukup memungkinkan bagi Herlan ke mana pun bersembunyi. Misalnya ke Kecamatan Batang Alai Selatan maupun ke Hantakan. Daerah ini masih dikelilingi hutan, kebun dan sawah. Sebagiannya juga sepi penduduk.
Husaini meminta warga tidak usah kuatir. Termasuk jangan segan melapor jika melihat Herlan.
Husaini menekankan jika ada yang melihat dan tidak memberitahukan ke pihak berwajib terlebih menyembunyikan pelaku bisa dipidana.
"Tentu ada sanksi bagi orang yang ikut terlibat dalam tindak kriminal," kata Husaini.
Hal ini sudah diatur dan tertera dalam Pasal 221 Ayat 1 KUHP. Isinya mengenai perbuatan menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan.
Kendala utama dalam perburuan Herlan adalah luasnya medan pencarian.
"Kami selalu melakukan pencarian, dan menyisir daerah-daerah kemungkinan terduga pelaku ini bersembunyi," ujar Husaini.
Belakangan, Yayar teringat jika pembunuh adiknya itu memiliki ciri khusus yang didapatnya setelah perkelahian di Hampang, Kotabaru.
"Tangan kirinya itu tidak tapi kuat memegang sesuatu. Tangannya seperti orang cacat," ujar Yayar.
Karenanya, saat mengangkat padi di karung, Herlan kerap mendekapnya menggunakan siku.
Selain itu, Herlan juga memiliki tato di bahu dan dadanya.
"Tato naga, juga ada bekas jahitan di telinganya," ujar Yayar. (*)
Dilengkapi oleh HN Lazuardi