bakabar.com, JAKARTA - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan peluang pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terbuka pada hari ini kendati mengalami penguatan pada pembukaan perdagangan.
“(Pelemahan ini) karena sentimen pasar tidak sepenuhnya positif pagi ini. Sebagian indeks saham Asia terlihat bergerak turun, seperti Indeks Nikkei dan Kospi, nilai tukar regional juga sebagian bergerak melemah terhadap dolar AS,” ujar Ariston di Jakarta, Senin (7/8).
Data Non Farm Payrolls AS yang dirilis pekan lalu lebih rendah dari ekspektasi pasar, yakni 185 ribu dari ekspektasi 205 ribu. Sebaliknya, data tingkat pengangguran AS menunjukkan penurunan dari sebelumnya 3,6 persen menjadi 3,5 persen, dan rata-rata upah per jam tumbuh 0,4 persen dari 0,3 persen.
“Jadi data yang dirilis tidak sepenuhnya negatif. Ini bisa mengindikasikan situasi ketenagakerjaan di AS masih cukup solid dan masih bisa menyumbang kenaikan inflasi di AS. Jadi, ada peluang The Fed masih mempertahankan suku bunga acuannya untuk jangka waktu yang lebih lama,” kata Ariston.
Baca Juga: Pengaruh Penurunan Peringkat Utang AS, Rupiah Melemah
Di samping itu, isu pelambatan ekonomi di China disebut menjadi faktor pelemah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS karena Indonesia memiliki hubungan dagang yang besar dengan China.
Di sisi lain, lanjut Ariston, data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II 2023 Indonesia mungkin bisa mendorong penguatan rupiah bila hasilnya menunjukkan pertumbuhan di atas 5 persen.
“Potensi pelemahan ke arah Rp15.200 per dolar AS, dengan potensi penguatan di kisaran Rp15.100 per dolar AS,” ucapnya.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi menguat tipis 0,02 persen atau 2 poin menjadi Rp15.168 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.170 per dolar AS.