bakabar.com, PALANGKA RAYA â Dugaan pelanggaran pemilu yang menyeret petahana Sugianto Sabran terus bergulir di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kalimantan Tengah.
Pelapornya Sugianto, calon gubernur nomor urut 2 itu adalah Ketua Tim Pemenangan Paslon Nomor Urut 01, H Sriosako. Terbaru, Bawaslu Kalteng telah memanggil sederet pejabat Pemprov Kalteng guna klarifikasi.
Baron Binti, selaku kuasa hukum tim pemenangan paslon Ben Brahim dan Ujang Iskandar itu menilai sejauh ini Bawaslu Kalteng telah bekerja profesional sesuai tugas pokok dan fungsi.
“Bawaslu sudah bekerja baik, sejak kami melakukan register, laporan kami ditindaklanjuti. Hari ini saksi pelapor dipanggil untuk diminta klarifikasi,” kata Baron, Selasa (17/11).
Bahkan pengacara kondang asal Kalteng ini yakin Bawaslu Kalteng tidak akan ‘masuk angin’ sekalipun terlapor adalah petahana.
Dirinya optimistis laporannya tidak mental di Bawaslu dan akan memenuhi syarat formil dan materiil.
Baron sedikit membeberkan bahwa laporan yang dimasukkannya telah dilengkapi keterangan ahli, Dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Dr Ifrani SH MH.
Tetapi, kata dia, jika Bawaslu Kalteng masih membutuhkan second opinion atau pendapat kedua, Baron menyilakannya.
“Kita berharap Bawaslu tidak masuk angin, karena mata masyarakat ikut mengawasi. Tapi saya yakin tidak, karena laporan itu tembusannya juga ke Bawaslu RI dan DKPP,” imbuhnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Bawaslu Kalteng Satriadi memastikan laporan dugaan pelanggaran petahana Sugianto Sabran terus berproses.
“Sudah diregister, kami punya waktu 3 hari, dan plus 2 hari jika diperlukan untuk proses ini,” ujarnya via pesan singkat, Selasa (17/11) malam.
Penanganan kasusnya saat ini, kata dia, masuk dalam tahapan klarifikasi sejumlah saksi.
“Sejak Senin, klarifikasi mulai hari ini, kita undang pelapor, terlapor, dan saksi-saksi,” ujarnya.
Dari sederet saksi yang diperiksa salah satu yang diperiksa adalah Sekretaris Daerah Kalteng Fahrizal Fitri.
“Ya benar,” ujarnya.
Tim Ben Brahim dan H Ujang Iskandar resmi memperkarakan petahana Sugianto Sabran ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kalimantan Tengah, Selasa (10/11).
Dugaan Pelanggaran Kewenangan
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya
H Sriosako, Ketua Tim Pemenangan Ben-Ujang, resmi memperkarakan Sugianto Sabran ke Bawaslu. Laporan dimasukkan, Selasa (10/11) lalu.
Sriosako datang didampingi pengacara kondang Kalteng, Baron Binti.
Ada beberapa poin yang dilaporkan Tim Ben-Ujang terkait dugaan pelanggaran Sugianto Sabran yang kini tak lagi menjabat gubernur Kalteng.
Salah satunya, mengutip isi laporan Sriosako, berkaitan dengan bantuan keuangan dari Pemprov Kalteng.
Berupa tambahan penghasilan sebanyak satu kali kepada kepala desa, perangkat desa, serta ketua dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kalteng.
Masih dari isi laporan mereka, catatan terakhir pada 2017 jumlah desa yang ada di seluruh Kalteng sebanyak 1.426 desa.
Tim Ben-Ujang curiga bantuan yang digulirkan agar para penerima bantuan mengarahkan warganya memberikan dukungan suara dan menjatuhkan pilihan kepada petahana.
Petahana diduga telah menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Dengan menggunakan tangan Sekda Fahrizal Fikri membuat surat Nomor 411.1/829/DPMDES/X, tanggal 9 Oktober 2020, perihal permintaan data pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta nomor rekening kas desa.
“Alasannya, untuk meningkatkan kinerja aparatur pemerintah desa dalam melaksanakan program pembangunan desa di tengah pandemi Covid-19, yang ditujukan kepada bupati Se-Kalimantan Tengah,” ujar Sriosako.
Hal itu dinilainya berpotensi merugikan paslon lain. Termasuk bentuk pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dan ayat (1) UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada.
“Karena Sekda Kalteng Fahrizal Fikri, secara umum diketahui merupakan loyalis atau tangan kanan yang sangat dipercaya dan direkrut Sugianto Sabran saat menjabat sebagai gubernur Kalteng dalam menjalankan roda pemerintahan, baik secara administratif maupun politis di Kalteng sebelum menjadi petahana,” ujarnya.
Sriosako menilai maka sudah sepatutnya dilakukan proses hukum sesuai ketentuan Pasal 71 ayat (5) UU Nomor 10/2016 khususnya tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota menjadi UU.
Isu bunyi beleid itu dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) maka terancam sanksi pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.