bakabar.com, JAKARTA – Puncak gelombang kasus Omicron diprediksi terjadi pada awal Februari. Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, menyebut potensi adanya gelombang ketiga sulit dihindari.
“Potensi gelombang ketiga itu sulit dihindari, dicegah, karena bicara setiap gelombang, kita bicara karena adanya atau masih adanya sebagian masyarakat atau sejumlah masyarakat yang belum memiliki imunitas yang memadai terhadap Covid-19,” ujar Dicky, kutip Detik.com.
Dicky menilai, adanya gelombang ketiga ini dikarenakan beberapa faktor. Salah satu di antaranya karena penurunan imunitas masyarakat terhadap Covid-19.
“Atau ini juga karena menurunnya imunitas terhadap Covid-19. Meskipun tadinya suda divaksin, sudah terinveksi, divaksin dan menurun,” kata Dicky.
Imunitas disebut menurun karena telah melewati waktu 6 sampai 7 bulan dari proses vaksin. Hal lain yang menyebabkan puncak Omicron yaitu belum selesainya kasus varian Delta sebelumnya.
“Kenapa Februari atau Maret yang saya juga prediksi. Karena Februari Maret itulah masa yang besar di mana sebagian orang penduduk Indonesia yang sudah divaksin maupun yang sudah terinfeksi ataupun yang sudah divaksin tadi, itu menurun karena sudah lebih dari 6-7 bulan,” ujar Dicky.
“Kedua karena faktor Delta varian sendiri belum selesai di Indonesia, sekarang ditambah Omicron,” sabungnya.
Ia menilai Omicron jauh lebih ganas dari virus Corona asli di Wuhan. Terlebih bila menyerang pada masyarakat yang memiliki kekebalan tubuh lemah atau memiliki komorbid.
“Omicron ini jauh lebih ganas dari pada virus asli di Wuhan, bahkan setidaknya dua kali kita bisa melihat apa yang terjadi pada penduduk yang tidak memiliki kekebalan atau rawan itu, kematian ada, ya rumah sakit penuh, dan ini yang terjadi di Amerika sekarang,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan prediksi puncak omicron itu berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengalaman negara lain, di mana varian Omicron mencapai puncaknya dalam kisaran waktu 40 hari.
“Untuk kasus Indonesia, kita perkirakan puncak gelombang karena Omicron akan terjadi pada awal Februari,” kata Luhut seperti dilansir Antara.
Meski begitu, lanjut Luhut, sebagian besar kasus yang terjadi berpotensi bergejala ringan. Sehingga pemerintah menyiapkan strategi yang berbeda dengan penanganan varian Delta.
Dia juga menuturkan saat ini Omicron telah teridentifikasi di 150 negara dan menimbulkan gelombang baru dengan puncak yang lebih tinggi di berbagai negara dunia. Di Indonesia, menurutnya bukan tidak mungkin mengalami hal serupa. Namun Luhut meminta masyarakat tidak perlu panik.
“Namun kita tidak perlu panik, tetapi kita tetap waspada. Karena pengalaman kita menghadapi Delta varian kemarin,” ujarnya.