bakabar.com, BANJARMASIN – Maliki telah mengajukan justice collaborator (JC) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 9 Maret 2022 lalu.
Mantan Plt Kepala Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara (HSU) itu berharap apa yang dilakukan dapat meringankan hukumannya.
Namun, hingga pembacaan tuntutan tadi siang, Rabu (30/3) hasil pengajuan JC Maliki tersebut belum diketahui secara pasti. Apakah diterima atau ditolak.
“JC masih proses mungkin nanti kami sampaikan di replik,” ujar Jaksa Penuntut KPK, Titto Zaelani usai persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Titto mengatakan, bahwa pengajuan JC Maliki tersebut sudah disampaikan ke pimpinan KPK di Jakarta untuk selanjutnya dipertimbangkan memenuhi ketentuan atau tidak.
“Menunggu keputusan pimpinan. Mempertimbangkan apakah memenuhi kriteria dalam SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung),” katanya.
Maliki mengajukan JC lantaran merasa sudah membantu membongkar skandal mega korupsi di Kabupaten HSU.
Di mana dalam perkembangan kasus ini turut menyeret Bupati Kabupaten HSU nonaktifkan Abdul Wahid yang diduga menjadi aktor utama dalam kasus tersebut.
Pun atas kerja sama Maliki yang telah kooperatif dalam pengusutan kasus ini, Jaksa KPK menuntutnya dengan tuntutan ringan.
Ungkap Peran Abdul Wahid dalam Mega Korupsi HSU, Maliki Dituntut Ringan
Mantan anak buah Bupati Abdul Wahid itu cuma dituntut empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta, subsider enam bulan penjara.
Selebihnya, Maliki dituntut untuk mengembalikan uang pengganti sebesar Rp195 juta. Tenggat waktunya satu bulan sejak dibacakan putusan nanti.
Kalau tidak, Maliki harus siap-siap disita harta bendanya. Atau jika tidak, masa tahanannya bakal ditambah tiga tahun penjara.
Kendati sudah dituntut ringan, itu belum memuaskan Maliki. Melalui kuasa hukumnya, Tuti Elawati, Maliki bakal menyampaikan pembelaannya di sidang lanjutan pada Rabu (6/4) pekan depan.
“Kami minta yang seringan-ringannya. Baik dari vonisnya atau dari subsider, sama uang penggantinya,” kata Ela.