Oleh Puja Mandela
Imajinasi Pagi. Judul lagu yang terdengar fresh. Setidaknya untuk ukuran skena musik Tanah Bumbu dan Kalimantan Selatan. Ya, barangkali karena single yang baru dirilis Reunion pada 4 April 2023 ini langsung mengingatkan kita pada suasana pagi yang umumnya sejuk dan menyegarkan.
Ibarat makanan, selama ini kita disajikan menu pop yang seragam; lirik yang over-melankolis, musik yang mendayu, dan jika vokalisnya adalah seorang pria, seringkali kita mendapati karakter vokal yang 'nggak laki', terutama jika kita bicara skena musik lokal. Tapi, saat melihat dari judulnya, sepintas Imajinasi Pagi bukan jenis lagu cinta yang 'begitu-begitu saja'.
Karenanya, setidaknya lagu ini sudah punya citra positif bagi calon pendengarnya. Dan ini merupakan satu keunggulan dari Reunion yang bisa jadi tak disadari oleh mereka sendiri.
Kesan positif yang dibangun masih terus berlanjut saat vokal Ryad Renaldi masuk pada detik ke delapan. Karakter suaranya cukup nge-bland dengan suasana lagu yang dibangun, meski jika bicara level maskulinitas, timbre vokal Ryad masih satu universe dengan vokalis pop lain di Tanah Bumbu yang belakangan pernah merilis lagu; sama-sama terdengar nggakmacho. Kendati begitu, khusus untuk lagu ini, gaya vokalnya tak sampai membuat para lelaki sampai antipati.
Imajinasi Pagi dibuka dengan lirik, "Ku awali hari lebih pagi/Tak ingin aku terlambat lagi/Ku punya seribu mimpi/Yang harus terjadi".
Seperti judulnya, lirik di bagian pembuka ini langsung membangkitkan imajinasi. Saya membayangkan seorang pria yang setelah ia bangun dan melakukan aktivitas pagi, lalu dia mengambil dan mengayuh sepedanya, menuju sekolah atau kantor, menyusuri jalanan kota, sembari mendengarkan playlist favoritnya lewat earphone. Sembari mengayuh sepedanya, dia membayangkan setidaknya satu dari seribu mimpinya bisa terwujud.
Vibes lagu ini memang positif. Ini tentu berkat kelihaian dan kesabaran Prima Yuda Prawira sebagai produser yang berhasil mengangkat marwah lagu ini ke level yang lebih tinggi lewat produksi dan aransemen yang nggak neko-neko.
Keputusan Gobe, sapaan akrab Prima Yuda Prawira yang menyederhanakan aransemen lagu ini akhirnya menjadi keputusan yang tak hanya tepat, tapi juga penting. Saya tak bisa membayangkan jika versi akhir yang dirilis masih menggunakan aransemen dengan bebunyian padat seperti Imajinasi Pagi versi awal.
Baca Juga: Tuah Tanah Borneo, Saat Primitive Monkey Noose Menggunakan Lebih Banyak Energi dan Pikiran
Masalah lirik yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi musisi-musisi pop di Tanah Bumbu nampaknya juga dialami oleh Reunion. Jika didengar sepintas, lirik lagu ini memang 'baik-baik saja'. Namun, saat diperhatikan lebih teliti, si penulis lagu ini nampak kepayahan dalam menyusun kata dan kalimat. Sebab, ada banyak potongan-potongan kata yang terkesan terputus dan di bagian lain ada kalimat yang penempatannya agak dipaksakan.
Dalam acara launching yang berlangsung di Arumika Studio, Gobe pun mengakui jika dia cukup kepayahan saat menyusun bagian lirik. Bisa jadi karena sebagai penulis lirik kedua, dia mengalami kendala dalam membangun jalan cerita yang sejalan dengan bangunan cerita penulis lirik pertama yakin Ridwan Arifianto.
Ridwan, gitaris Reunion, mengungkapkan jika pada awalnya Imajinasi Pagi adalah lagu cinta antara sepasang kekasih. Tapi kemudian Gobe sedikit mengubahnya agar terdengar tak terlalu gamblang untuk menciptakan tafsir yang beragam.
Tapi sebenarnya jenis lirik Imajinasi Pagi bukanlah tipe lirik yang berpotensi menciptakan banyak penafsiran. Ini jenis lirik yang tidak menggunakan banyak metafora sebagai kekuatan utamanya. Karenanya, dalam satu kali baca, sebenarnya kita sudah bisa menebak cerita apa yang ingin disampaikan penulisnya, lengkap dengan kronologinya.
Dalam pemaparannya tempo hari, Gobe menyebut Imajinasi Pagi sebagai lagu cinta yang bisa ditafsirkan kemana saja. Bisa kepada kekasih, orang tua, atau bahkan ke arah yang lebih religius seperti kerinduan kepada nabi kita, Muhammad SAW.
Tapi bagi saya menyeret lagu ini sebagai lagu religius seperti yang dimaksud Gobe malah terkesan 'maksa' dan tak logis. Misalnya, di dalam liriknya terdapat bagian yang berbunyi, "Tentang Rasa yang tak tersampaikan". Padahal, kita bisa berselawat kapan saja untuk menyampaikan bukti cinta kita dengan sang rasul. Dan tentu kita yakin bahwa 'pesan suci' itu akan sampai dengan terang benderang kepada Rasulullah.
Selain itu, juga ada lirik "Lamunan wajah yang tergambarkan". Padahal, kita pun tahu bahwa dalam sejarahnya wajah nabi kita tak pernah digambar maupun tergambarkan dalam arti yang sebenarnya. Meskipun pada bagian ini, si penulis bisa saja berdalih bahwa maksud tergambar di situ adalah suatu ciri khusus tentang wajah Rasulullah yang pernah ditulis di kitab-kitab para ulama.
Karena alasan-alasan itu, bagi saya lirik lagu ini jelas lebih cocok untuk menggambarkan kerinduan seorang lelaki kepada perempuan atau lebih make sense jika itu ditujukan kepada orang tua, alih-alih menjadi 'tembang religi'. Ini tafsiran paling aman dan jauh lebih logis. Tapi, tentu saya tak akan mengintervensi opini sang produser jika dia punya pendapat dan tafsir yang berbeda. Justru pendapatnya soal 'multitafsir' terbukti dengan adanya perbedaan pandangan ini.
Kemudian, ada satu hal 'kecil' yang bisa disorot di bagian lirik Imajinasi Pagi yakni pada kata "senandung rindu" yang sudah lama tidak digunakan musisi-musisi zaman sekarang. Istilah ini lebih populer digunakan seniman musik lawas seperti Tetty Kadi di lagu Senandung Rindu yang dirilis pada 1967 atau The King of Dangdut di lagu berjudul sama pada tahun 1987.
Lagu Senandung Rindu milik Tohpati featuring Puthu Sutha (2008) dan Senandung Rindu karya Dialog Dini Hari yang dirilis 14 tahun lalu mungkin bisa disebut sebagai karya 'kekinian' yang menggunakan istilah tersebut, meski tentu saja dua lagu itu tidak bisa dikategorikan sebagai karya yang benar-benar baru.
Ada pula kata "Sang Surya" yang juga lama tidak kita dengar di lagu-lagu kekinian dan jarang sekali digunakan di lagu-lagu popular. Ini mengingatkan pada lagu non populer seperti Mars 7 Februari dan Mars Muhammadiyah (1976). Kedua lagu ini memiliki lirik pembuka yang sama: Sang Surya.
Meski mengandung beberapa ungkapan lama, tapi Gobe sebagai orang yang menulis lirik di bagian itu mengaku tidak memiliki niat atau sengaja menyadur istilah jadul itu. Dia menyebut penulisan Imajinasi Pagi sebagai proses yang mengalir secara alamiah. "Saya sedang tidak mendengarkan apapun saat itu," tegas Gobe.
Selain itu, Imajinasi Pagi berisi kata-kata yang lazim dijumpai dalam lagu cinta-cintaan, seperti "Rasaku", "Jiwaku", "Tentang Rasa", "Kurasa", dan "Berharap". Frasa "Rasa" menjadi favorit penulis lagu dibanding kata utamanya di lagu ini yakni "Imajinasi".
Baca Juga: Mondblume, The Beatles, dan Romantisme Kota Seribu Sungai
Di bagian akhir lagu ada bagian lirik yang berbunyi, "Sedikit pinta yang kuinginkan/Habiskan waktu dengannya".
Kita mungkin bisa membayangkan, apakah permintaan untuk menghabiskan waktu bersama orang masih jauh dari pelukan kita merupakan permintaan yang 'sedikit' atau justru memiliki makna sebaliknya?
Jawabannya ada di dalam pikiran Anda setelah selesai membaca tulisan ini.
Begitulah Imajinasi Pagi. Sebuah lagu dengan vibes positif yang layak untuk mendapatkan tepuk tangan meriah. Selain karena produksinya yang oke, aransemen musik yang pas, part interlude dan reffrain yang menunjukkan hook-nya, dan yang terpenting meski masih bicara soal cinta, lagu ini tidak terdengar menye-menye.
Ya, dengan dirilisnya single perdana dari Reunion ini, Tanah Bumbu yang baru saja genap berusia 20 tahun punya sesuatu yang baru lagi, setelah berbulan-bulan skena musik lokalnya didominasi oleh karya band punk mapan dengan personel-personel tak terlalu tampan bernama Primitive Monkey Noose.
*
Penulis adalah editor bakabar.com