bakabar.com, BANJARMASIN - Keikhlasan membimbing umat telah dicontohkan banyak ulama terdahulu. Mereka tidak menginginkan harta, juga penghormatan. Namun kemudian keadaan berbalik, harta dan penghormatan yang kemudian mengejar mereka.
Di antara ulama yang ikhlas itu adalah KH Abdus Syukur atau yang akrab dikenal dengan Muallim Syukur Teluk Tiram. Keseharian di masa tuanya diisi dengan mengajar dan menalqin orang di kubur.
Secara tampilan, ulama ini tidak seperti seorang ulama besar dengan jubah dan sorban yang selalu melilit di kepala. Beliau laiknya seorang haji biasa yang kerap memakai kopiah putih, sarung, dan kaos oblong.
Padahal, beliau bukanlan ulama yang sembarangan. 45 tahun di Tanah Haram dalam menuntut ilmu, cukup membuat kita berdecak kagum bagaimana kedalaman ilmu beliau.
Meski mempunyai ilmu mumpuni, Muallim Syukur tak ingin menunjukkan kelebihannya. Bahkan setiap harinya, beliau tak sungkan turun ke pasar demi keperluan dapur keluarga. Biasanya beliau membawa bakul kosong.
Sesampainya di pasar, kejadian ganjil selalu berlaku. Bakul yang kosong itu diisi para pedagang yang ada di pasar, dengan aneka sayur dan buah-buahan. Setiap barang yang ingin beliau beli, selalu direlakan penjual atau gratis.
Meski diperlakukan demikian, beliau bersikeras untuk membayarnya pada pedagang, tapi mereka tak ingin menerima uang dari beliau. Malah, para pedagang merasa beruntung, karena ulama tawadhu itu telah sudi mengunjungi toko mereka.
Kendati diperlakukan begitu, Muallim Syukur tidak menerima semua pemberian. Beliau hanya menerima sekadar keperluan.
Baca Juga:Setelah Berziarah ke Sekumpul, TGB Bertamu ke Kediaman KH Syaifuddin Zuhri
Editor: Muhammad Bulkini