Kalsel

Momentum 17 Mei, Proklamasi Kalimantan Hingga Penetapan Hasan Basry Sebagai Bapak Gerilya Kalimantan

apahabar.com, KANDANGAN – Dalam catatan sejarah, para pejuang kemerdekaan asal Bumi Antaludin, Hulu Sungai Selatan (HSS)…

Featured-Image
Brigjen Hasan Basry dan Danussaputra. Foto: Koleksi Wajidi.

bakabar.com, KANDANGAN – Dalam catatan sejarah, para pejuang kemerdekaan asal Bumi Antaludin, Hulu Sungai Selatan (HSS) berhasil memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia (RI) yang dikenal dengan Proklamasi pada 17 Mei 1949 atau Proklamasi Kalimantan.

Salah satu Pahlawan Nasional, Brigjen TNI (Purn) Hasan Basry adalah seorang tokoh militer yang ikut berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia di pulau Kalimantan.

Meninggal di Jakarta, 15 Juli 1984 pada umur 61 tahun, Brigjen TNI Hasan Basry dimakamkan di Simpang Empat, Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Pria kelahiran Padang Batung, Hulu Sungai Selatan pada 17 Juni 1923 ini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 110/TK/2001 tanggal 3 November 2001.

Berdasarkan catatan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) HSS, tapak juang Hasan Basry dalam memimpin perjuangan rakyat merebut kembali Kalimantan menjadi bagian dari Republik Indonesia memperoleh puncak momentum.

Pada 17 Mei 1949, Brigjen TNI (Purn) Hasan Basry memproklamirkan Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan di Niih, Kecamatan Loksado, HSS.

Kasi Cagar Budaya Permuseuman dan Sejarah Disdikbud HSS, Samlani menceritakan, awal karier Brigjen TNI (Purn) Hasan Basry sebagai pejuang yakni setelah aktif dalam organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya.

“Kemudian pada 30 Oktober 1945, Hasan Basry berhasil menyusup pulang ke Kalsel lewat pelabuhan Kalimas Surabaya menumpang kapal Bintang Tulen,” ceritanya.

Tiba di Banjarmasin, Hasan Basry menemui H Abdurrahman Sidik di Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, melalui AA Hamidhan, juga dikirim pamflet ke Amuntai dengan Ahmad Kaderi, sedangkan untuk Kandangan dikirim lewat H Ismail.

“Tanggal 5 Mei 1946, Hasan Basry ditunjuk sebagai pemimpin para pejuang Laskar Syaifullah dengan program utama latihan keprajuritan di Haruyan, Hulu Sungai Tengah (HST),” ucapnya.

Namun, saat acara pasar malam amal pada 24 September 1946, banyak tokoh Laskar Syaifullah yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Maka, Hasan Basry mereorganisir anggota yang tersisa dengan membentuk Benteng Indonesia.

Berada di Mojokerto Jawa Timur, pada 15 November 1946 Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M Mursid anggota ALRI Divisi IV yang menghubungi Hasan Basry untuk menyampaikan tugas mendirikan satu batalyon ALRI Divisi IV di Kalsel.

Hasan Basry mengerahkan pasukan Banteng Indonesia, membentuk batalyon dengan menempatkan markasnya di Haruyan, HST.

“Beliau berusaha menggabungkan semua kekuatan bersenjata di Kalsel ke dalam kesatuan yang baru terbentuk itu,” terang Samlani.

Sesuai dengan Perjanjian Linggarjati 25 Maret 1947, Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura dan Sumatra. Sedangkan Kalimantan merupakan wilayah yang ada di bawah kekuasaan Belanda.

Tetapi, Hasan Basry tidak terpengaruh oleh perjanjian tersebut. Bersama pasukannya, Ia tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda.

Dalam Perjanjian Renville 17 Januari 1948, Hasan Basry mengambil sikap yang sama. Pihaknya menolak untuk memindahkan pasukannya ke daerah yang masih dikuasai RI, yakni Jawa.

“Perjuangan beliau di Kalsel selalu merepotkan Belanda pada masa itu. Pada 17 Mei 1949 bersama pasukannya, Ia memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari RI dengan Proklamasi Kalimantan,” ujar Samlani.

Tanggal 2 September 1949, Jenderal Mayor Suharjo atas nama pemerintah mengakui keberadaan ALRI DIVISI (A) sebagai bagian dari Angkatan Perang Indonesia, dengan pemimpin Hasan Basry dengan pangkat Letnan Kolonel.

Kemudian, ALRI DIVISI (A) dilebur ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dengan panglima Letkol Hasan Basry tanggal 1 November 1949.

Samlani melanjutkan, setelah perjuangan kemerdekaan beberapa tahun selanjutnya, suasana politik RI memanas karena kegiatan PKI dan ormasnya.

Sempat ditegur oleh Presiden Soekarno, Hasan Basry tetap mengeluarkan surat pembekuan kegiatan PKI beserta ormasnya pada tanggal 22 Agustus 1960.

“Pembekuan PKI dan ormasnya diikuti oleh daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan, peristiwa ini dikenal dengan sebutan Tiga Selatan,” kata Samlani.

Tahun 1961 hingga 1963, Hasan Basry menjabat Deputi Wilayah Komando antar Daerah Kalimantan dengan pangkat Brigadir Jenderal.

Bertepatan peringatan Proklamasi Kalimantan, pada 17 Mei 1961 sebanyak 11 organisasi politik dan militer menetapkan Hasan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan.

Kesepakatan ini diikuti oleh ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 Mei 1962, yaitu ketetapan Hasan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan.

Hasan Basry meninggal pada tanggal 15 Juli 1984 setelah sakit dan dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.

Pemakamannya dilaksanakan secara militer di Kecamatan Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalsel.

Komentar
Banner
Banner