bakabar.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto mengungkapkan minyak sawit sebagai komoditas strategis telah membuktikan menjadi salah satu solusi alternatif ketahanan pangan.
"Sebagai komoditas strategis, minyak sawit telah membuktikan menjadi salah satu solusi alternatif ketahanan pangan mengingat kondisi geopolitik saat ini di Eropa sebagai akibat Perang Ukraina dan Rusia," ucap Airlangga saat pertemuan menteri Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) ke-11 di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (18/5).
Adapun pertemuan tersebut dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perkebunan dan Komoditas (MPC) Malaysia Dato' Sri Haji Fadillah bin Haji Yusof. Sementara itu, Menteri Pertanian dan Peternakan Honduras Laura Suazo Torres berpartisipasi secara virtual.
Pertemuan tingkat menteri tersebut juga meyakini bahwa minyak sawit akan tetap menjadi bahan baku penting untuk produksi biodiesel sehingga dapat memastikan ketahanan energi dunia dalam jangka panjang.
Baca Juga: Produksi Kelapa Sawit, Menteri Limpo: Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Meskipun ketersediaan dan pasokan minyak nabati utama masih belum pasti pada 2023, namun minyak sawit masih berpeluang tumbuh karena ketersediaan, keserbagunaan, dan daya saing harganya.
"Kami optimis bahwa produksi palm oil, demand, dan harga akan tumbuh positif di tahun 2023 walaupun banyak tantangan terhadap industrinya dan tentunya kami juga melihat berbagai tantangan terhadap produk CPOPC baik itu di Eropa di India maupun di beberapa negara lain," kata Airlangga.
Ia pun mengapresiasi langkah yang diambil CPOPC untuk melakukan joint visit antara Indonesia dan Malaysia ke Uni Eropa (UE) berkaitan dengan industri kelapa sawit.
Kemenko Perekonomian menginformasikan bahwa untuk mencermati perkembangan terkini di UE, khususnya Peraturan Deforestasi UE (EUDR) yang berpotensi memberi dampak negatif pada industri kelapa sawit dan mengecualikan petani kecil dari rantai pasok, CPOPC akan menyelenggarakan misi bersama untuk negara produsen ke Brussels, Belgia, pada 30-31 Mei 2023.
Baca Juga: Potensi Cangkang Sawit, Pemprov Kalsel: Capai 344 Ribu Ton per Tahun
Misi bersama itu juga akan bertemu dengan para pemain utama industri kelapa sawit dan organisasi masyarakat sipil di UE. Para menteri CPOPC optimis misi bersama ke UE tersebut akan membawa hasil positif.
Dalam pertemuan itu, Indonesia juga menyambut baik bergabungnya Honduras menjadi anggota CPOPC. Honduras menjadi negara ketiga setelah Indonesia dan Malaysia yang menjadi anggota CPOPC.
Dalam waktu dekat, Papua Nugini juga akan bergabung menjadi anggota CPOPC. Pertemuan tingkat menteri tersebut juga diikuti oleh perwakilan Kolombia, Ghana, dan Papua Nugini sebagai negara pengamat serta Nigeria sebagai negara tamu.
Baca Juga: Walaupun Stok Meningkat, GAPKI: Eskpor Minyak Sawit Justru Menurun
Keempat negara itu menyatakan dukungannya terhadap strategi dan prioritas dewan CPOPC yang bertujuan mendukung pengembangan industri dan mengatasi tantangan global seperti ketahanan pangan dan energi terbarukan.
"Minyak sawit tidak hanya penting bagi negara-negara anggota CPOPC tetapi juga untuk dunia," kata Airlangga.