bakabar.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) mengungkapkan potensi cangkang kelapa sawit atau limbah dari tandan buah segar sawit yang sudah diolah mencapai 344 ribu ton per tahunnya.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalsel Suparmi di Banjarmasin, dikutip Senin (16/4), dalam siaran resminya, rata-rata satu ton kelapa sawit dapat menghasilkan 6-7 persen cangkang sawit.
Suparmi menyampaikan, data statistik tahun 2022 dari sebanyak 46 pabrik kelapa sawit yang ada telah memproduksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan rendemen rata-rata 20 persen mencapai 5.743.950 ton. Itu menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) sebesar 1.148.790 ton.
"Jika dikonversi, volume produk turunan sawit tersebut (cangkang) pada 2022 mencapai 344.637 ton per tahun," ujarnya.
Suparmi menjelaskan, cangkang kelapa sawit merupakan biomassa dari proses pengolahan TBS untuk menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (CPKO). Saat ini, produk kelapa sawit terdiri dari ash content yang minim, kadar air yang lembab, karbon aktif sekitar 20-22 persen, dan kadar penguapan (volatile matter) yang tinggi mencapai 69-70 persen.
Baca Juga: Walaupun Stok Meningkat, GAPKI: Eskpor Minyak Sawit Justru Menurun
“Kandungan tersebut menjadikan produk turunan sawit ini bukan menjadi limbah yang tak berguna, tetapi menjadi produk yang bisa diolah dan dimanfaatkan menjadi produk bernilai ekonomi tinggi,” jelas Suparmi.
Potensi sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan tidak hanya sebatas menjadi sumber energi pada broiler, arang maupun briket arang, namun cangkang sawit dapat menjadi salah satu alternatif energi berkelanjutan pengganti minyak fosil yang bisa digunakan sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik.
Potensi alternatif renewable energy dalam cangkang sawit juga sudah dilirik dan diminati oleh pasar global.
Baca Juga: Masyarakat Suku Awyu Adukan Perusahaan Sawit ke Komnas HAM
Diketahui, kata Suparmi, Jepang sebagai salah satu negara importir produk turunan sawit telah memanfaatkan biomassa tersebut untuk digunakan sebagai pembangkit listrik dengan skema Feed-in Tariff. Bahkan Pemerintah Jepang melalui Ministry of Economy Trade and Industry (METI) telah mengeluarkan kebijakan insentif bagi perusahaan pembangkit listrik yang menggunakan produk turunan sawit ini sebagai bahan bakunya.
“Dengan potensi produk yang banyak dan bervariasi, potensi devisa ekspor yang dihasilkan serta peluang pasar yang cemerlang, menjadikan cangkang sawit tidak bisa hanya dianggap sebagai biomassa atau limbah, namun prospek produk ini jauh lebih besar,” ucap Suparmi.
Ekspor perdana cangkang kelapa sawit dari Kalsel secara langsung ke Jepang sebanyak 22.000 ton merupakan momentum awal serta menjadi stimulus bagi para pelaku usaha untuk bagaimana memanfaatkan potensi dan peluang tersebut.
Baca Juga: Sawit Indonesia, Sumbang 5,29 Miliar Dolar AS, Terbanyak ke China
Hal itu sesuai dengan arahan Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor untuk terus menggali potensi sumber energi alternatif berkelanjutan dan ramah lingkungan termasuk yang dihasilkan dari sektor perkebunan dalam hal ini dari turunan produk kelapa sawit.
Oleh karena itu, ucap Suparmi, Pemerintah Provinsi Kalsel akan bersinergi dan berkolaborasi dengan para sawitpreneur untuk memanfaatkan peluang pasar yang ada secara maksimal dengan memainkan peran utama dalam pemanfaatan produk turunan sawit tersebut.
Menurut dia, baik menjadi alternatif energi yang ramah lingkungan atau produk bernilai ekonomi yang akan berdampak positif bagi peluang peningkatan perekonomian di Kalsel.