Histori

Menyusuri Jejak Gereja Bersejarah Zending di Magelang

Suara merdu jemaat yang sedang melantunkan pujian terdengar saat memasuki halaman Gereja Kristen Jawa (GKJ) Bayeman, Magelang.

Featured-Image
Gusta Wardhana saat menjelaskan tentang sejarah Zending dan bangunan GKJ Magelang (Apahabar.com/Arimbihp)

Apahabar.com, MAGELANG - Suara merdu jemaat yang sedang melantunkan pujian terdengar saat memasuki halaman gedung bersejarah, Gereja Kristen Jawa (GKJ) Bayeman, Magelang.

Selain memiliki ribuan umat, GKJ Bayeman juga punya keunikan dari sisi arsitektur dan sejarah. Gedung itu juga menjadi saksi bisu perjalanan Zending dan misionaris Kristen di Magelang.

Sejarawan sekaligus founder Mlaku Magelang, Gusta Wisnu Wardhana menceritakan, pada pertengahan tahun 1859, pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah Zending.

Baca Juga: Nostalgia Kuliner Tempo Dulu di Pasar Kangen Jogjakarta

Zending adalah sekolah bentukan Belanda yang mempunyai tujuan penyiaran agama Kristen Protestan.

"Namanya kala itu Nederlandsche Gereformeerde Zendingsvereeniging, sekolah Kristen dan Pekabaran Injil (PI) yang dirintis oleh Dr. D Bakker Sr pada tahun 1910," kata Gusta, Minggu (30/7).

Menurut Gusta, sejak didirikan sekolah tersebut, jemaat Kristen di Amsterdam kemudian mengatur perencanaan dan utusan yang diberi tugas untuk melaksanakan PI dan masalah pendidikan Kristen.

Baca Juga: Indahnya Toleransi, Umat Muslim Kunjungi Gereja Katedral Usai Salat Iduladha di Istiqlal

Sebelum diluncurkan, permohonan PI sudah di ajukan sejak tahun 1890 dan dimulai di Surakarta. Setelah melalui berbagai perjuangan selama 20 tahun, barulah dikabulkan pada tahun 1910.

Pada tahun 1911 untuk menindaklanjuti ijin tersebut, maka jemaat di Amsterdam (Middelburg) memanggil D.S Markelijn yang semula yang menjadi Pendeta di Jemaat Schoodijke.

"Sesudahnya, Markelijn ditetapkan menjadi Pendeta Utusan (missionair predikant) dan dikirim ke tanah Jawa," sambungnya.

Baca Juga: Menyusuri Sejarah Industri Musik Indonesia di Lokananta

Setelah melalui berbagai pertimbangan, pada bulan Februari Markelijn tiba di Jogjakarta dan selama beberapa hari mempersiapkan diri untuk bertugas di Magelang dan sekitar wilayah Kedu.

"Kala itu, Markelijn tiba du Kampung Jambon untuk segera melaksanakan tugas," ujarnya.

Menurut Gusta,  kedatangan Markelijn menjadi awal dimulainya pelaksanaan kebaktian, meski pada saat itu belum memiliki gedung gereja untuk kebaktian.

Baca Juga: Liburan Bersama Sambil Belajar Sejarah Dalam Wisata Jalan Kaki

"Awalnya, kebaktian di laksanakan di rumah Markelijn di Jambon yang diikuti oleh sekitar 7-10 orang jemaat," kata dia.

Pada 1913 dengan semakin banyaknya pengikut maka di sebelah rumah Markelijn dibangunlah barak dari bambu yang difungsikan untuk ibadah setiap hari minggu. Selain untuk kebaktian, rumah tersebut juga dipergunakan untuk kursus bahasa Belanda dan pertemuan lainnya.

Di dalam misinya DS A Markelijn selalu berupaya untuk mengenal lingkungan dan mengadakan pendekatan dengan semua pihak termasuk Jemaat Kerasulan.

Baca Juga: Olahraga Rutin di Akhir Pekan, Baik Untuk Jaga Kesehatan Jantung

Setelah melewati masa-masa yang panjang, maka pada 7 Maret 1921 secara resmi dibukalah gereja di kawasan Bayeman 46 atau yang saat ini disebut jalan Tentara Pelajar dengan 2 lantai.

"Pada mulanya, lantai 1 untuk kantor Zending dan lantai 2 untuk ibadah kebaktianuntuk jemaat Belanda dan Jawa. Secara resmi gereja tersebut dinamai Gereformeerde Kerk," jelasnya.

Gusta menuturkan, keunikan lain dari bangunan gereja itu yakni menyerupai semi basement. Sebab, pada lantai 1 seolah-olah seperti berada di bawah tanah karena tempat berdirinya gereja ini ada pada kontur tanah yang lebih rendah dari jalan raya di depannya. Sedangkan posisi lantai 2 sejajar dengan jalan raya.

Baca Juga: Kosongkan Jadwal! 12 Artis K-Pop ini Siap Berkunjung Ke Indonesia

Seiring berkembangnya jaman, tangga sebelah utara kemudian dibongkar untuk pembangunan gedung serba guna (GSG).

"Pada 1943 sempat terjadi gempa yang menyebabkan menaradi fasad gereja runtuh," tuturnya.

Dalam perbaikan berikutnya menara tersebut tidak dibangun kembali sehingga gereja itu harus berdiri tanpa menara. Kini bangunan bersejarah itu telah berganti nama menjadi Gereja Kristen Jawa (GKJ).

Editor


Komentar
Banner
Banner