bakabar.com, BARABAI - Bagaimana kabar Nasruddin, terdakwa kasus penodaan agama yang dituntut jaksa dengan pidana penjara selama 3 tahun?
Pasca-putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin, berdasarkan hasil permusyawaratan majelis hakim pada 8 Juli 2020 lalu, atas upaya hukum, banding oleh penuntut umum (PU), pengaku nabi terakhir tidak bisa dipidana.
Putusan majelis hakim di tingkat PT itu, menguatkan atau memperbaiki putusan Pengadilan Negeri (PN) Barabai yang sebelumnya ‘dissenting opinion’ atau berbeda pendapat.
Majelis pun memerintahkan agar dikeluarkan dari Rutan Barabai, Hulu Sungai Tengah (HST).
Saat ini, Nasruddin berada di kediamannya di Desa Bandang-Kahakan, Kecamatan Batu Benawa. Dia dinyatakan lepas dari tuntutan hukum seperti tuntutan PU sesuai Pasal 165 a KUHP.
Hal itu mengacu pada Pasal 44 KUHP. Perbuatan terdakwa tidak bisa dipertanggung jawabkan karena mengalami gangguan jiwa berat (psikotik) jenis waham menetap.
Sesuai amar putusan bernomor 85/PID/2020/PT BJM per 16 Juli, majelis hakim juga memerintahkan agar terdakwa dimasukkan atau direhabilitas ke RSJ Sambang Lihum di Kabupaten Banjar dengan biaya negara selama 1 tahun.
Atas putusan itu, penuntut umum (PU) dan penasihat hukum (PH) diberi waktu menentukan sikap atau upaya hukum. Terhitung dari 24 Juli-7 Agustus 2020 atau sejak diterima hasil putusan PT tadi.
PU dari Kejari HST akhirnya mengambil sikap dengan mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Berkas pun sudah dilayangkan ke Mahkamah Agung (MA) melalui PN Barabai.
“Dua pakan lalu saya sudah mendapat surat tembusan dari PN dan sudah dikirim ke MA. Tinggal kita tunggu putusan MA,” kata Kajari HST, Trimo kepada bakabar.com, Jumat (28/8).
Berdasarkan analisa hukum PU, perbuatan Nasruddin memenuhi Pasal 165 a KUHP. Dengan kata lain, terdakwa memenuhi syarat untuk dipidana bukan direhabilitas.
Pertimbangannya, kata Trimo berdasarkan hasil persidangan. Berdasarkan fakta di persidangan yang telah ditempuh, terdakwa mengaku sehat.
Kemudian, berdasarkan keterangan ahli, spesialis kejiawaan, Dokter Sofyan Saragih dari RS Kandangan, HSS.
Dari keterangan ahli yang dihadirkan itu, kata Trimo, waham menetap bukan kategori penyakit jiwa seperti pada umumnya. Terdakwa dalam keadaan sadar dan tidak ada masalah.
“Bukan alasan pembenar dan pemaaf. Ini harus dihukum karena dikhawatirkan yang bersangkutan akan melakukan perbuatannya lagi. Ulama pun menghendaki hal serupa,” kata Trimo.
Selain itu, pintu masuk PU untuk melakukan kasasi juga berdasarkan ‘disenting opinion’ di PN Barabai. Hakim ketua memutuskan pidana selama 4 tahun, sedangkan dua hakim anggota memutus tidak bisa dipidana.
“Hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya. Tetapi kami tetap menghormati putusan itu. Namun kami juga menghormati profesi selaku PU, dengan melakukan kasasi untuk menegakkan hukum dan memenuhi nilai rasa keadilan di masyarakat,” terang Trimo.
Tidak hanya itu. Trimo juga menekankan bahwa MUI pun sebelumnya telah mengeluarkan fatwa. Tindakan dan perbuatan Nasruddin menyalahi syariat Islam.
Di antaranya, mengaku sebagai nabi terakhir, salat berbahasa Indonesia, syahadat dibuat sendiri. Hingga melakukan aktivitas pengajaran agama yang disebutnya 'Ajaran Selamat' itu.
“Ini jelas, hemat kami selaku PU, rasa keadilan masyarakat terutama umat Islam dinodai, sesuai Pasal 165 a KUHP. Soal nanti bagaimana putusannya, kita serahkan ke MA. Kami selaku PU mewakili masyarakat menuntut keadilan,” tutup Trimo.
Menyikapi kasasi yang dilayangkan itu, PH terdakwa Achamd Gazali Noor menyatakan optimis dengan putusan hakim banding. Sebab isi memori kasasi dari PU tidak jauh berbeda dengan uraian tuntutan maupun replik di tingkat PN dan PT.
“Kami telah pelajari memori dari PU dan kami optimis putusan hakim kasasi MA tidak jauh beda dgn putusan PN maupun PT. Hal tersebut telah kami uraikan dalam kontra memori Kasasi,” tegas Gazali.
Terkait kondisi kliennya, Nasruddin, PU Gazali mengatakan dalam keadaan sehat.
“Minggu lalu kami ada berkunjung ke rumahnya,” tutup Gazali.
Editor: Syarif