bakabar.com, JAKARTA - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri kabarnya punya alat sadap canggih Pegasus untuk memberantas kasus terorisme dan tindak kejahatan.
Alat sadap bernama Kuda Terbang atau Pegasus ini memiliki metode Zero Click.
Kini Pegasus berpotensi dibawa ke lingkungan Badan Narkotika Nasional (BNN) setelah Irjen Pol. Marthinus Hukom resmi dilantik sebagai Kepala BNN.
Namun penggunaan alat sadap Pegasus yang tidak sesuai, dinilai dapat mengancam kebebasan serta hak privasi masyarakat.
Baca Juga: iPhone 12 Diguncang Diskon Akhir Tahun sampai Rp2 Juta, Cek Harganya
Hal ini disampaikan Bambang Rukmino, Pengamat Kepolisian dari ISSES Bandung belum lama ini.
"Dengan alat sadap Pegasus ini harapannya bisa memberantas jaringan narkoba yang sulit terdeteksi. Tapi jangan sampai BNN melupakan upaya pencegahan peredaran narkoba dan rehabilitasi," ujar Bambang dalam video Apahabar Bicara di Youtube Apahabar Media.
Lebih lanjut, alat sadap Pegasus diketahui merupakan buatan perusahaan NSO Group Technologies asal Israel.
Dihimpun dari berbagai sumber, Pegasus dapat menyadap atau mengumpulkan informasi dari perangkat ponsel atau gadget seseorang.
Baca Juga: Samsung Galaxy S23 vs iPhone 14, Berikut Spek dan Daftar Harganya
Pegasus mampu beroperasi di perangkat berbasis Android, iOS, Windows, Blackberry, hingga Symbian tanpa sistem klik sekalipun.
Canggihnya lagi, Pegasus beroperasi dengan Malware untuk menguasai perangkat hingga akun media sosial milik target operasi.
Penyadapannya juga mengandalkan kinerja mikrofon, kamera, hingga navigasi GPS yang terdapat pada suatu perangkat seseorang.
Keberadaan alat sadap Pegasus sempat didesak Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Oktober 2023.
Baca Juga: Xiaomi Redmi 13C Gebrak Pasar Ponsel Rp1 Jutaan, Tawarkan RAM 16 GB
ICW meminta Polri bersikap transparan dalam pengadaan Pegasus di Indonesia.
Sebab ICW khawatir alat rahasia Densus 88 ini disalah gunakan dan dapat merusak demokrasi.
"ICW bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil lain mengajukan permintaan informasi soal dokumen pengadaan sebuah sistem aplikasi yang dikenal Pegasus," ungkap Peneliti ICW, Tibiko Zabar dikutip dari Antara, Senin (9/10).
Desakan ICW juga berdasarkan landasan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, serta Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021.
Baca Juga: Nokia Winner 2023 Speknya Gahar, Kamera 150 MP dan Baterai 7.500 mAh
Regulasi tersebut menyatakan bahwa informasi seharusnya secara berkala dibuka, terkait dengan kontrak pengadaan.
Sejauh ini tampilan atau rupa alat pengintai Pegasus belum pernah diperlihatkan di Tanah Air.