bakabar.com, JAKARTA – Ada yang menarik dalam pameran Tumblek Blek di Senayan akhir pekan lalu, yakni mobil tua yang bernama Steyr Puch Haflinger.
Steyr sendiri merupakan mobil perang buatan Austria yang sempat menjadi idaman Presiden Soekarno pada tahun 1960-an saat kunjungan ke negara Eropa.
Saat ini, Listya Tjahjanto sebagai pemilik mobil mengaku sangat senang memiliki mobil yang antik ini.
"Pengalaman saya punya Steyr, ya senang punya mobil ini. Karena ada sejarah dibaliknya, rasa nasionalismenya tinggi," ujar Listya kepada apahabar, Senin (5/9).
Mobil Steyr ini memang hanya tinggal tersisa sedikit di Indonesia, terlebih lagi keadaan dari mobil tersebut kebanyakan dalam situasi yang tidak terawat.
"Saya senang bisa melestarikan salah satu peninggalan bersejarah," tukasnya.
Mobil yang diproduksi dan dirancang untuk perang ini memiliki panjang 3,5 meter dan lebar 1,5 meter. Untuk ukuran mobil perang, kendaraan tersebut tidak cukup besar, bahkan bisa dibilang mungil untuk kelas kendaraan perang.
Bobot berat kendaraan mungil ini hanya 500 kilogram serta dilengkapi oleh mesin 643 cc. Bung Karno yang terpesona dengan mobil perang ini, langsung memesan sebanyak 1.500 unit Haflinger utuh dan 500 unit dalam bentuk suku cadang.
Mobil mungil ini rencananya akan digunakan dalam misi Dwikora dan Trikora. Namun, karena misi tersebut berjalan dengan damai tanpa ada peperangan, mobil ini akhirnya digunakan sebagai penunjang kegiatan rakyat di perkebunan.
"Untuk perawatan mobil ini cukup mudah. Apalagi dengan adanya akses internet, spare parts bisa dipesan dari luar negeri," kata Listya.
Kesan antik pada mobil perang ini salah satunya dari oli yang digunakan. Mobil ini masih menggunakan oli organik dan bukan sintetik karena pada tahun 1960 belum ada oli sintentik.
"Untuk harga masih belum ada patokan. Tergantung dari kondisinya terawat atau tidak, surat-suratnya lengkap atau tidak, nomor mesin dan rangka akur atau tidak, serta mesin original atau swab," ungkapnya.
Haflinger (nama sejenis kuda) sendiri mulai diproduksi dari 1959 hingga 1974. Untuk saat ini diperkirakan mobil perang mungil ini hanya tersisa 100 unit di Indonesia.