bakabar.com, MARABAHAN – Di antara ratusan kantor kepala desa di Barito Kuala (Batola), kantor di Desa Indah Sari di Kecamatan Mekarsari memiliki penampilan paling berwarna.
Di dinding pagar bagian luar kantor desa berwarna oranye tersebut, tergambar rapi rapun nanas lengkap dengan buah yang merupakan komoditas unggulan Mekarsari.
Sementara di bagian dalam pagar, warna yang terlihat lebih segar lagi. Terpampang lukisan kain sasirangan beraneka warna dengan 30 motif berbeda.
Mulai dari motif tampuk manggis, daun jaruju, iris gagatas dan kembang sasaki, bintang bahambur, kembang kacang, bayam raja, kangkung kaombakan, hingga umbak sinampur karang.
Lukisan tersebut bukan hasil cetak digital. Semuanya merupakan hasil kerja berhari-hari seorang seniman dari Kecamatan Tamban bernama Mulyani.
“Perlu delapan hari untuk melukis kain sasirangan di pagar Kantor Kepala Desa Indah Sari. Oleh karena tak terdapat tempat bernaung, kendala utama adalah panas,” seloroh Mulyani.
“Tetapi kalau hati senang, tidak pikir panas. Terpenting merdeka jiwa dan akhirnya semua lukisan selesai,” imbuhnya.
Sejatinya Kantor Kepala Desa Indah Sari bukan bangunan pertama yang dijamah tangan Mulyani. Jauh sebelumnya sudah terdapat bangunan lain yang menjadi media lukis pria kelahiran 8 Januari 1977 tersebut.
“Awalnya saya diminta melukis mural di salah satu TK/Paud di Tamban. Oleh guru TK tersebut, lukisan saya diposting di Facebook. Kemudian mulai datang orderan untuk melukis bangunan TK yang lain,” cerita Mulyani.
“Melukis di dinding merupakan pekerjaan baru. Sebelumnya saya memang lebih sering melukis di kanvas,” imbuh pengidola Iwan Fals ini.
Nama Mulyani dengan cepat menyebar, mengingat belum banyak pelukis mural di Barito Kuala.
Kemampuan melukis Mulyani sudah terlihat sejak kelas III SD. Dinding rumah menjadi tempat curahan inspirasi pertama, sebelum akhirnya berhasil menjuarai lomba lukis antar siswa SD di Tamban.
“Seharusnya saya mengikuti lomba antar kecamatan yang digelar Marabahan. Namun karena sakit, saya batal berangkat,” kenang Mulyani.
“Padahal kalau bisa mengikuti perlombaan antar kecamatan, saya bisa memperdalam seni lukis. Selanjutnya saya hanya belajar melalui alam,” tambah penganut aliran naturalis ini.
Memang sudah berbakat, Mulyani terus berlatih sendiri melukis. Bahkan dari 10 lukisan pertama di atas kain, berhasil menarik minat orang untuk membeli.
Kemudian Mulyani membuka galeri sekaligus tempat kerja di pinggir Jalan Tamansari Bunga Kilometer 6 Tamban, berdekatan dengan Jembatan Tamansari Bunga. Tempat itu dinamai Belum Ada Judul (BAJ).
“Lukisan itu tidak memiliki harga, sehingga susah menentukan harga untuk satu lukisan. Dalam setiap karya, terkadang pelukis hanya ingin meluapkan isi jiwa,” tukas Mulyani.
Seiring bakat yang terus diasah, Mulyani meyakini kalau melukis tidak di atas kanvas saja. Berangkat dari keinginan itu, Mulyani mulai memahat kepala barongan kuda lumping dari kayu.
Kebetulan Tamban dan Mekarsari yang merupakan kawasan transmigrasi, memiliki cukup banyak perkumpulan kuda lumping.
“Saya hanya yakin bisa, karena sebelumnya tidak pernah memahat. Awalnya membikin dua barongan berukuran besar. Ternyata kesemuanya dibeli perkumpulan kuda lumping,” beber Mulyani.
“Kemudian membikin beberapa barongan berukuran kecil, ternyata juga laku. Sekarang saya mulai membikin gantungan kunci barongan dari kayu. Juga banyak diminati dan saya yang malah kewalahan,” tandasnya.
Tidak cuma kayu. Belakangan Mulyani juga mendapat orderan membuat beragam bentuk lain dari stereofom.
Baca Juga: Pilgub Kalsel, Golkar Enggan Paman Birin Lawan Kotak Kosong
Baca Juga: Para Sopir Mengeluh Pendapatan Berkurang Sejak Adanya Kios Ilegal
Reporter: Bastian AlkafEditor: Muhammad Bulkini