Stadion Kanjuruhan

Mengenal Kerajaan Kanjuruhan yang Namanya Dipakai untuk Stadion Sepak Bola di Malang

Terlepas dari tragedi kelam yang menyelimutinya, asal-usul nama Stadion Kanjuruhan diambil dari kerajaan tertua dan terbesar di Jawa Timur, Kerajaan Kanjuruhan.

Featured-Image
Sejarah Kerajaan Kanjuruhan yang menjadi nama stadion di Malang. (Foto: dok. kumparan)

bakabar.com, JAKARTA - Stadion Kanjuruhan tengah menjadi sorotan publik. Medium sepak bola yang berlokasi di Malang, Jawa Timur ini menjadi saksi bisu ‘Tragedi 1 Oktober 2022’, di mana meregang ratusan nyawa Aremania – pecinta klub Arema FC.

Terlepas dari peristiwa kelam yang menyelimutinya, Stadion Kanjuruhan ternyata memiliki kisah unik nan menarik untuk dibahas.

Salah satunya, asal-usul nama stadion tersebut, yang rupanya diambil dari sebuah kerajaan terbesar di Jawa Timur.

Adalah Kerajaan Kanjuruhan, grama Hindu terbesar sekaligus tertua di Jawa Timur yang berdiri sekitar akhir abad ke-7.

Sejarah mencatat, kerajaan yang berpusat di Desa Kejuron ini berumur sama dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.

Berkaitan Erat dengan Kerajaan Kalingga

Sejumlah ahli menduga eksistensi Kerajaan Kanjuruhan erat kaitannya dengan ‘campur tangan’ Kerajaan Kalingga – disebut juga Holing – di Jawa Tengah.

Berita Tiongkok memaparkan cikal bakal kerajaan ini bermula kala Raja Kiyen memindahkan ibu kota Holing ke Jawa Timur sekira tahun 742-755 Masehi.

Dugaan itu semakin diperkuat dengan munculnya Prasasti Dinoyo yang ditemukan di Malang.

Prasasti bertuliskan huruf Kawi dengan bahasa Sansekerta ini memuat angka tahun 760 Masehi. Isinya, dituturkan bahwa Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh Raja Dewashimha.

Sang raja dikenal sebagai sosok bijaksana, adil, dan murah hati. Begitu pun dengan keturunan-keturunannya, yang di kemudian hari mewarisi takhta kerajaan.

Usai sang pemimpin pertama mangkat, takhta kerajaan diambil alih oleh putranya, Liswa, yang lantas mendapat gelar Gajayana. Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Kanjuruhan mencapai puncak keemasan.

Terkenal sebagai Kerajaan Bijaksana dan Murah Hati

Selama Raja Gajayana berkuasa, Kerajaan Kanjuruhan mengalami perkembangan pesat dalam bidang pemerintahan, sosial, ekonomi, dan seni budaya.

Bahkan, wilayah kekuasaannya makin luas, di mana meliputi daerah Malang, lereng timur dan barat Gunung Kawi, serta bagian utara hingga pesisir Laut Jawa.

Kondisi Kerajaan Kanjuruhan boleh dibilang adem ayem: jarang terjadi peperangan, pencurian, dan perampokan.

Hal ini dikarenakan sang raja bertindak tegas sesuai hukum, manakala terjadi situasi yang mengacaukan ketentraman kerajaan.

Selain itu, sebagai pengaut agama Siwa, Raja Gajayana juga membangun arca Sang Resi Agastya. Reca yang terbuat dari batu hitam nan elok ini dipergunakan sebagai tempat suci pemujaan. 

Bersamaan dengan itu, sang raja menganugerahkan sebidang tanah, sapi, kerbau, serta budak laki-laki dan perempuan sebagai penjaga kepada para pendeta.

Runtuhnya Kerajaan Kanjuruhan

Setelah Gajayana mangkat, takhta kekuasaan jatuh ke tangan putrinya, Uttejana, yang menikah dengan Pangeran Jananiya dari Paradeh. Sayangnya, kerajaan ini tak bertahan lama.

Pada awal abad ke-10, Kerajaan Kanjuruhan jatuh ke tangan Mataram Kuno, tepatnya ketika Rakai Watukura berkuasa.

Para penguasa Kerajaan Kanjuruhan pun menjadi raja bawahan dengan gelar Rakyan Kanuruhan.

Napak Tilas Kerajaan Kanjuruhan

Eksistensi Kerajaan Kanjuruhan sejatinya menandakan tonggak awal pertumbuhan pusat emerintahan Malang. Untuk ‘mengenang’ jasa para raja itu, berbagai hal terkait Kerajaan Kanjuruhan diabadikan.

Sebut saja, tahun penemuan prasati abad ke-7 dipakai sebagai Hari Jadi Kabupaten Malang.

Adapun nama Raja Gajayana banyak digunakan sebagai simbol kemegahan bangunan di Kabupaten dan Kota Malang.

Pun demikian dengan pemberian nama stadion, di mana Kabupaten Malang memiliki gelanggang olahraga bernama Stadion Kanjuruhan.

Sedangkan, Kota Malang punya stadion yang mengadopsi nama sang raja, yakni Stadion Gajayana.

Editor


Komentar
Banner
Banner