bakabar.com, MARTAPURA - Proses pembebasan lahan bendungan Riam Kiwa di Kecamatan Paramasan, Kabupaten Banjar ternyata benar belum beres.
Namun, Selo Kahar, satuan kerja (Satker) Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, yang menangani proyek tersebut, menargetkan masalah itu rampung 2024.
"Target kami masih sama, di semester I tahun 2024 diharapkan status lahan sudah clear, dan kami bisa mulai pengerjaan konstruksi," ujarnya, Selasa (28/11).
Meski demikian, ia tidak menyebutkan mengapa pembebasan lahan itu belum beres. Terutama berkaitan dengan lahan masyarakat yang terdampak.
Seperti diketahui, kebutuhan lahan bendungan seluas 771,51 hektare berada di Desa Angkipih dan Paramasan Bawah.
Rinciannya, 753,85 hektare berada di kawasan hutan produksi tetap, 11,86 hektare hutan produksi terbatas.
Sementara sisanya 5,81 hektare areal penggunaan lain (APL) milik masyarakat.
Sejatinya, permasalahan kebutuhan lahan Bendungan Riam Kiwa ini sempat dibahas dalam ekspos Kementerian PUPR tahun 2021.
Dalam dokumen ekspose itu menyebutkan klaim masyarakat hukum adat bahwa lahan hutan itu tanah ulayat.
Dasarnya, berupa Pernyataan Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat dan SPPF/SKPT (2015-2019).
Itu sebagaimana tertera dalam surat Tokoh Pemuda Dayak Pamaramasan tahun 2020.
Sementara, klaim pemerintah status lahan berupa kawasan hutan itu telah terbit sejak 2009.
Penetapan status hutan lebih awal dibandingkan dengan pernyataan masyarakat.
Di sisi lain, tidak ada Peraturan Daerah (Perda) mengenai Masyarakat Hukum Adat.
Klaim masyarakat dan pemerintah ini hingga kini belum ada titik temu. Wajar, jika belum ada kesepakatan soal ganti untung lahan terdampak proyek bendungan.
Kepala Desa Angkipih Ahmad Riadi enggan berkomentar banyak soal ini. Ia menyebut luas lahan milik warga yang terdampak ratusan hektar.
"700-an (hektare) milik warga," ujar Riadi saat ditanya soal pembebasan lahan Bendungan Riam Kiwa via seluler, Selasa malam.
Sebelumnya, Anggota DPR RI dari Kalsel, Syaifullah Tamliha mendesak Pemprov Kalsel dan Pemkab Banjar segera menyelesaikan permasalah tersebut.
Tujuannya agar pengerjaan bendungan segera terealisasi sebagai solusi mengatasi banjir di Kabupaten Banjar.
"Itu kan tanggung jawab gubernur dengan bupati. Kita harapkan gubernur dan bupati bisa bersinergi, bisa menyelesaikan ganti untung pembebasan tanah," kata dia kepada awak media di ruang Fraksi PPP DPR RI Jakarta, Senin (20/11).
"Kalau itu tidak bisa dilakukan, maka sulit untuk mengucurkan dana pinjaman luar negeri," ungkap politikus PPP yang sempat menjabat wakil Komisi V DPR RI ini.
Diketahui, berdasar dokumen kerangka acuan kerja Riam Kiwa Multipurpose Dam Construction Project disebutkan sumber pendanaannya.
Anggarannya disebutkan dari pendanaan Loan China sebesar 123.117.631,00- USD atau serata Rp1,8 triliun.
Adapun jadwal pelaksanaan pengerjaan Bendungan Riam Kiwa selama 48 bulan pada periode tahun anggaran 2023 sampai 2027.
Dalam prosesnya, kini tender proyek dengan proses pembebasan lahan berjalan secara paralel.
Tender berlangsung mulai Maret sampai Oktober 2023, sementara pembebasan lahan mulanya ditargetkan akhir Juli 2023 lalu.
Sejatinya, pengerjaan fisik bendungan itu dikerjakan tahun ini. Itu sempat disuarakan Kepala BWS Kalimantan III, I Putu Eddy Purna Wijaya kala rakor terbatas, Mei 2023 lalu.
"Insya Allah tahun ini mulai pengerjaan fisik (bendungan), dimulai dari pembangunan akses jalan proyek serta persiapan fasilitas dan penunjang, seperti spoil bank, stock pile, dan lainnya," ujarnya kepada wartawan kala itu.
Namun sayangnya hingga kini pengerjaan itu terbentur permasalahan lahan milik warga yang belum beres. Sementara dananya sudah tersedia, dan investor dari Cina sudah siap.
Bendungan Riam Kiwa sendiri rencananya memiliki luas genangan 654,04 Ha dengan Volume Tampungan 90,51 juta m3.
Diharapa dapat memberikan manfaat dengan mereduksi banjir 255 m3/dt (70%), Potensi Air Baku 4500l/dt, Potensi Tenaga Listrik 6 MW, Potensi Irigasi 1.800 ha.