Borneo Hits

Menelusuri Jejak Datu Tungkaran di Martapura Banjar

Masyarakat menggelar haul pertama Datu Tungkaran di Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, Banjar, Minggu (19/10).

Featured-Image
Suasana haul jamak Datu Tungkaran di Desa Tungkaran. Foto: bakabar.com/Hasan

bakabar.com, MARTAPURA - Hujan yang turun sejak pagi di Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, Banjar, tak menyurutkan langkah ribuan jemaah untuk menghadiri haul jamak pertama Datu Tungkaran, Minggu (19/10).

Nama Datu Tungkaran sesungguhnya bukan satu tokoh tunggal, karena terdiri dari lima nama. Mereka adalah para ulama dan tokoh yang memiliki hubungan darah dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Datu Kelampayan.

Kelima Datu Tungkaran adalah Datu Bajut, Syekh Abdul Wahab Bugis, Datu Bidur, Syekh Muhammad Sa'id Wali dan Datu Fatimah. Dalam perjalanan selanjutnya, mereka menetap dan berperan dalam pengembangan ilmu agama di Tungkaran dan sekitarnya. 

Sosok pertama adalah Datu Bajut yang merupakan istri Datu Kelampayan dan berasal dari Kampung Melayu, Martapura. Dalam catatan sejarah, Datu Bajut berdarah Tionghoa yang memeluk Islam. Dari pernikahan ini, lahir keturunan yang melanjutkan dakwah di berbagai daerah.

Kemudian Syekh Abdul Wahab Bugis merupakan menantu sekaligus sahabat Datu Kelampayan. Abdul Wahab termasuk dalam empat serangkai ulama Nusantara yang menuntut ilmu di Makkah bersama Datu Kelampayan, Syekh Abdurrahman Mesri dan Syekh Abdusshomad Palembang.

Dari pernikahan dengan putri Datu Kelampayan bernama Syarifah, Syekh Abdul Wahab Bugis dikaruniai dua anak bernama Fatimah dan Muhammad Yasin yang juga menjadi penerus tradisi keilmuan.

Adapun Datu Bidur adalah itri Datu Kelampayan yang berasal dari Dalam Pagar, Martapura Timur. Dari Datu Bidur, lahir empat anak yang menjadi bagian penting dalam silsilah keluarga besar Al-Banjari.

Sedangkan Syekh Muhammad Sa’id Wali yang merupakan cicit Datu Kelampayan atau anak dari Muhammad Amin Al-Banjari. Sosok ini dikenal sebagai ulama yang tetap menjaga garis keilmuan dan tradisi keagamaan keluarga Al-Banjari di masa-masa berikutnya.

Sementara Datu Fatimah adalah cucu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang merupakan buah perkawinan Syekh Abdul Wahab Bugis dengan Syarifah Al-Banjari.

Lahir 1775 dan wafat 1828, Datu Fatimah dikenal luas sebagai penulis Kitab Parukunan Jamaluddin yang menjadi salah satu teks penting dalam khazanah keagamaan di Banjar.

Namun dalam sejarah penulisan klasik, kitab tersebut sempat dicatat atas nama sang paman Jamaluddin Al-Banjari. 

Datu Fatimah lantas menikah dengan Tuan Haji Muhammad Said Bugis. Keturunan mereka adalah Ratu Halimah Al-Banjari yang menikah dengan Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman.

Editor


Komentar
Banner
Banner