bakabar.com, Jakarta – Seabad silam, seorang lelaki terlahir di Benua Hitam. Ia hidup untuk memberikan segenap pemikirannya demi pengabdian kepada kemanusiaan. Dialah Nelson Mandela.
"Tak seorang pun dilahirkan untuk membenci orang lain karena warna kulit atau latar belakang agamanya. Jika seseorang bisa belajar membenci, maka mereka juga bisa belajar mencintai. Sebab, cinta timbul secara alami ke dalam hati manusia, bukan sebaliknya."
Demikianlah kiranya prinsip hidup lelaki yang terlahir dari keluarga kerajaan Thembu dan bersuku Xhosa, Afrika Selatan. Nelson Mandela hidup selama 95 tahun, ia wafat pada 5 Desember 2013.
Ia menjabat sebagai presiden pertama di Afrika Selatan yang terpilih melaluiketerwakilan penuh, dalam sebuah pemilu multirasi. Sosoknya merevolusi sistem apartheid. Sistem ini memisahkan ras kulit putih dengan ras lain, di mana akhirnya berimbas merugikan penduduk kulit hitam.
Perjalanan Mandela dalam menentang politik apartheid tidaklah mudah. Dirinya bahkan sempat mendekam di penjara selama sekitar 27 tahun lamanya, lantaran membela hak-hak penduduk kulit hitam.
Tak cuma itu, pria yang dikenal dengan kode sakral 4664 ini juga sempat menerima perlakuan diskriminatif dari orang-orang ras kulit putih. Kode yang melekat pada sosoknya itu, diambil dari nomor sel tahanannya di Penjara Robben Island pada tahun 1964.
Sepak terjang Mandela dalam menentang apartheid bermula ketika dirinya bergabung dengan partai Kongres Nasional Afrika (ACN) pada 1944. Pemilik nama asli Rolihlahla Mandela itu aktif menentang kebijakan apartheid dari Pemerintah Afrika Selatan.
Melalui metode Liga Muda, dia mengampanyekan boikot, mogok kerja, pembangkangan sipil, serta menolak kerja sama dengan pemerintah.
Akibatnya, pada 1956, Mandela bersama 150 orang lainnya ditangkap dengan tuduhan mengkhianati negara melalui advokasi politik mereka. Saat persidangan, dia dibebaskan dari semua tuduhan.
Namun, dia kembali dibui pada 1963 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Kehidupan dalam bui tentu tak mengenakkan.
Mandela harus tidur di bawah penerangan lampu yang terang benderang. Bahkan, sejumlah sipir kulit putih sempat mengencinginya.
Meski begitu, dia tak pernah menyimpan dendam pada sipir kulit putih yang mendiskriminasinya.
Malahan, dia mengundang mereka saat dirinya dilantik menjadi presiden, tak lama usai dibebaskan dari bui.
Mandela telah melakukan tindakan yang benar serta bijaksana: meninggalkan, melupakan, dan menghapus dendam.
Dia berhasil meyakinkan pengikutnya agar tak melakukan pembalasan, dan justru ikhlas memaafkan segala perbuatan tak mengenakkan yang menimpanya.
Spirit Mandela yang demikian sudah sepatutnya diadaptasi di Tanah Air. Negara ini mengusung konsep keragaman beragama, namun miris, masih ada segelintir rakyatnya yang gemar menzalimi sesama, yang menggerus kemanusiaan.
Dari jejak hidup Nelson Mandela kita belajar, bahwa memaafkan menjadi pilihan paling manusiawi yang bisa dipilih, manakala dendam menjelma lingkaran setan yang terus menagih korban.
Dengan demikian, akan tercipta suasana damai dan terlepas dari 'pertumpahan darah' yang tiada ujungnya.