bakabar.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menaikkan harga bahan bakar minyak per Sabtu (3/9/2022). Pemerintah berdalih harga BBM bersubsidi mengalami kenaikan lantaran anggaran subsidi BBM membengkak.
Keputusan ini tak ubahnya menuai kritik dari berbagai kalangan, salah satunya Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Demokrat, Irwan. Wasekjen Partai Demokrat itu mendesak pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga BBM karena dinilai membuat rakyat makin melarat.
"Kenaikan harga BBM ini adalah bentuk abai dan tidak pedulinya pemerintah terhadap derita dan kesusahan rakyat saat ini. Pemerintah lebih memilih menambah masalah rakyat dibanding memenuhi amanat untuk menyejahterakan rakyat," ujarnya, dikutip dari detik.com, Senin (5/9).
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto. Menurutnya, lonjakan harga BBM ini menunjukkan bahwa pemerintah tak mendengar suara dan masukan dari rakyat.
Orang Pintar Tarik Subsidi, Bayi Kurang Gizi
Deja vu. Barangkali itu kata yang tepat untuk merawikan kondisi saat ini dengan situasi yang terabadikan dalam senandung Galang Rambu Anarki. Sekira empat dasawarsa silam, musisi kenamaan Tanah Air, Iwan Fals, melancarkan kritik kepada Pemerintahan Soeharto lantaran mencabut subsidi BBM.
"BBM naik tinggi. Susu tak terbeli. Orang pintar tarik subsidi. Mungkin bayi kurang gizi." Begitu katanya, seraya meminta maaf kepada sang buah hati manakala tak mampu membeli susu yang harganya ikut melonjak bersamaan dengan membumbungnya BBM.
Putra pertama dari musisi bernama asli Virgiawan Listanto itu memang lahir bertepatan dengan momen kenaikan harga BBM. Tiga hari selepas kelahiran Galang Rambu Anarki, tepatnya pada 4 Januari 1982, BBM naik lebih dari 50 persen.
Masyarakat dibuat kelimpungan dengan kebijakan tersebut, menderita sedemikian rupa akibat keputusan yang tiba-tiba. Iwan Fals paham betul penderitaan rakyat kala itu. Sampai saat ini, masterpiece ciptaannya itu masih relevan: mengalun di telinga rakyat, sembari meratapi nasib sebagai orang kecil.
Pesan Orang Tua: Hadapi Kerasnya Dunia
Selain memuat permohonan maaf, lantunan Galang Rambu Anarki juga berisikan pesan untuk sang buah hati. Iwan Fals menggantungkan harapannya kepada putra sulungnya itu agar bisa menghadapi kerasnya dunia.
"Galang Rambu Anarki, anakku. Cepatlah besar, matahariku. Menangis yang keras, janganlah ragu. Tinjulah congkaknya dunia, buah hatiku. Doa kami di nadimu."
Sayang, Galang yang begitu diharapkan sang ayah, telah berpulang di usia dini, kala dirinya berumur 15 tahun. Pada 25 April 1997, Galang ditemukan meninggal di kamarnya. Kepergian Galang tentu membuat Iwan Fals terguncang, sampai dirinya memutuskan untuk vakum dari industri musik selama beberapa tahun.
Meski tak berumur panjang, Galang boleh dibilang sudah berhasil menjelma menjadi 'duplikat' sang ayah. Dirinya mengikuti jejak Iwan Fals dengan menjadi gitaris pada grup band yang dia bentuk bersama teman-temannya.
Lantunan Kritik untuk Pemangku Jabatan
Bukan cuma Galang Rambu Anarki, Iwan Fals santer terkenal sebagai musisi yang kerap melancarkan kritik kepada pemerintah. Sederet lantunan ciptaannya tak segan-segan menggambarkan penderitaan rakyat.
Misalnya saja, lagu Desa yang mengisahkan peningkatan urbanisasi akibat ketiadaan lapangan pekerjaan di desa. Ada pula Oemar Bakri, di mana mendeskripsikan guru yang masih belum sejahtera meski telah banyak melahirkan murid yang berhasil.
Tak berhenti di situ, lewat Tikus-Tikus Kantor, Iwan Fals menyorot permasalahan korupsi yang kadung mengakar di Bumi Pertiwi. Sosok Iwan Fals begitu vokal menyuarakan penderitaan rakyat. Lantas, lagu manakah yang kiranya paling Anda suka? (Nurisma)