bakabar.com, JAKARTA - Erika Siluq, tersangka kasus penutupan paksa tambang batu bara yang dikelola PT Energi Batu Hitam di Kampung Dingin, Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, tidak memenuhi panggilan polisi untuk dimintai keterangan karena sedang sakit.
"Pengacara yang bersangkutan membalas surat panggilan kami, bahwa yang bersangkutan tidak bisa menghadiri panggilan tersebut karena sakit," kata Kepala Kepolisian Resor Kutai Barat Ajun Komisaris Besar Polisi Heri Rusyawan saat dikonfirmasi di Barong Tongkok, Sabtu (8/4). Seperti dilansir antara.
Pengacara Erika Siluq adalah Sastiono Kesek, yang juga suaminya sendiri. Erika Siluq adalah satu dari 13 tersangka dalam kasus penutupan tambang tersebut.
Selain Erika, semua tersangka lain ditahan di Markas Polres Kutai Barat di Barong Tongkok, lebih kurang berjarak 550 kilometer barat laut dari Balikpapan.
Sesuai prosedur, apabila diperlukan, akan ada panggilan kedua dan mungkin juga ketiga. Bahkan, juga bila diperlukan, penyidik akan membawa dokter independen untuk memeriksa kondisi Erika. Rekomendasi dari dokter akan menentukan langkah selanjutnya.
Kapolres Heri mengungkapkan pihak Erika Siluq juga sudah mengajukan penangguhan penahanan untuk ke-12 orang tersangka lainnya.
Menurut Kapolres, penangguhan penahanan terhadap para tersangka dari Tim Pencari Solusi Damai Kaltim dan PDKT.
Namun, karena tidak ada jaminan bahwa para tersangka tidak akan melarikan diri, tidak akan merusak barang bukti, dan tidak berbuat kembali, maka permohonan penangguhan itu ditolak.
"Kecuali ada yang bisa menjamin bahwa para tersangka tidak mengulangi perbuatannya serta tidak menghilangkan barang bukti dan tidak melarikan diri," kata Kapolres Heri.
Seperti diketahui, Erika dan 4 warga Kampung Dingin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus sengketa lahan antara warga Kampung Dingin Kecamatan Muara Lawa dengan perusahaan tambang batubara, PT Energi Batu Hitam (EBH) yang beroperasi di wilayah Kampung Dingin.
Erika mengatakan sebagai warga Kampung Dingin, dirinya merasa dalam kasus ini ada upaya kriminalisasi terhadap dirinya dan warga lainnya. Padahal, ia mengaku hanya sedang memperjuangkan haknya sebagai warga.
"Oleh karenanya kami menolak proses hukum upaya kriminalisasi, karena kami tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituduhkan. Tidak ada kekerasan dan pengancaman hanya usaha agar manajemen PT EBH dapat bertanggung jawab," ungkap Erika Siluq seperti dilansir Koran Kaltim.com
Dirinya menyesalkan dan mengutuk keras dugaan penghinaan dan pelecehan ritual adat Dayak dengan dilepasnya tanda adat yang dibuat dalam ritual tanpa proses dan pengertian yang benar. Selain itu, Erika juga mengecam keras tindakan penyitaan mandau dan pembongkaran paksa tenda warga di lahan yang bersengketa oleh Pihak Polres Kutai Barat.
Penyitaan dan pembongkaran paksa ini sangat disesalkan, sebab tidak ada upaya kekerasan yang dilakukan, penutupan Kantor PT EBH di lakukan secara baik - baik agar ada tanggung jawab dari pihak perusahaan, hal ini di lakukan sebab tidak ada respon dari pihak perusahaan, padahal pihaknya telah melaporkan terkait kerusakan lingkungan sejak 4 Februari 2023.