News

Maju Mundur Upaya Pensiunkan PLTU di Indonesia

apahabar.com, JAKARTA – Greenpeace Indonesia tengah menyoroti komitmen pemerintah dalam hal pengurangan emisi karbon. Sebab, pertumbuhan…

Featured-Image
PLTU. Foto: Alinea.id

bakabar.com, JAKARTA - Greenpeace Indonesia tengah menyoroti komitmen pemerintah dalam hal pengurangan emisi karbon. Sebab, pertumbuhan konsumsi batubara untuk PLTU mengalami kenaikan sebesar 44 persen yang terhitung sejak 2015-2022. Jumlah tersebut termasuk yang tertinggi dibandingkan negara yang tergabung dalam keanggotaan G20.

Climate and Energy Campaigner dari Greenpeace Indonesia, Adila Isfandiari mengatakan tren dalam 10 tahun ke depan menunjukan konsumsi energi batubara masih mendominasi hingga 2030 mendatang. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 sebanyak 88 persen listrik berasal dari pembakaran bakar fosil.

"Kenapa kita masih bergantung terhadap energi batubara hingga tahun 2030 mendatang, bahwa ternyata pemerintah masih ingin membangun PLTU batubara baru sebesar 13,8 Gigawatt (GW) atau sebsar 43 persen dari total kapasitas PLTU yang sudah eksis selama 10 tahun ke depan," katanya dalam diskusi publik Merdeka dari Energi Fosil yang disiarkan secara daring, Kamis (18/8).

Adila juga menyoroti komitmen pemerintah untuk mengikuti Kesepakatan Paris (Paris Agreement). Meski pemerintah tengah merencanakan memensiunkan PLTU berkapasitas 9,2 GW pada 2029, pemerintah juga tengah membangun PLTU baru berkapasitas 13,8 GW.

Terlebih, imbuh Adila, kebutuhan listrik nasional mengalami over supply, khususnya di Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera. Kondisi over supply diprediksi akan berlangsung hingga 2030. Hal tersebut akan memunculkan potensi beban keuangan bagi PT. PLN (Persero).

"Ternyata penambahan PLTU batubara tadi itu juga tidak sejalan dengan upaya pemerintah dan juga PLN untuk melakukan pensiun PLTU untuk mencapai karbon netral, jadi kalau kita lihat di sini ketika kita membangun PLTU hingga tahun 2030 semakin lama kita menunda untuk mencapai karbon netral," ucap Adila.

Padahal menurut rekomendasi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang beranggotakan para ilmuwan perubahan iklim, membuat modeling pencegahan suhu bumi 1,5 derajad celcius diperlukan penutupan sebanyak 80 persen PLTU di tahun 2030.

"Tapi kita malah mau menambah lagi jadi bertentangan sekali dan untuk renewable energy atau energi terbarukan agar kita tetap on track untuk mencapai 0 emisi di tahun 2050, itu IPCC menargetkan di tahun 2030 kita harus punya 50 persen energi terbarukan dalam bauran energinya," pungkasnya. (Thomas)



Komentar
Banner
Banner