Orang hulu sungai mendengar kata “mahaliling” ini akan lihum. Kata ini masih bakula dengan kata waluh. Karena dua kata ini sepatuk sepangikih. Rancak bertemu dalam gangan: haliling dan waluh.
Oleh: Kadarisman
MAHALILING secara denotatif adalah makan haliling. Namanya makan itu biasa aja, seperti kebanyakan orang makan umumnya. Tapi untuk satu ini berbeda. Makan haliling itu sebuah proses ma’isap dan mangucup haliling secara kejut, sampai dagingnya keluar.
Dari sini lahir makna konotatif lainnya. Mahaliling diplesetkan agak carubu tetapi tidak menjadi tabu. Mungkin karena makna sebenarnya memang soal proses makan saja lalu diberikan pada pemaknaan lainnya.
Mahaliling jenis ini menjadi metafora untuk menyebut jenis aktivitas yang berbeda. Tanpa menyebutkan aktivitas sebenarnya orang Banjar akan mengerti.
Mahaliling jadi kata ganti yang kondusif membicarakan hal-hal layak sensor secara vulgar dan terbuka tanpa ada yang merasa risih. Misal nih, kalau membicarakan tentang kemesraan di rumah tangga pasangan suami isteri, kata mahaliling itu lebih smooth. Kesan tabu hilang berganti renyah seperti pandir buhan pewaluhan.
Mahaliling itu fitrah manusia. Jadi kalau ada tampak oleh mata kita ada tanda habang di gulu, apalagi tidak hanya satu tapi kalikapan, itu tandanya bekas dihaliling dan ada aktivitas mahaliling.
Yang kada pernah mahaliling boleh coba. Itu sehat dan memanjangkan perjodohan. Syaratnya halalan taibah! (*)
Penulis adalah Penikmat Kekayaan Budaya Banjar yang Tinggal di Tabalong