bakabar.com, BANJARMASIN - Politikus asal Swedia, Rasmus Paludan, kini ramai dikecam oleh Negara-negara Islam atas aksinya yang membakar Alqur'an di Ibu Kota Swedia, Stockholm.
Paludan sendiri dikenal sebagai seorang politikus sayap kanan Denmark Garis Keras yang kerap melakukan aksi rasial provokatif. Salah satu aksi rasialnya yang tak kalah mengundang kontroversi yakni saat menggelar sejumlah demonstrasi anti-Turki.
Dalam hal sepak terjangnya di partai politik gerakan sayap kanan Denmark Garis Keras, Paludan berposisi sebagai pendiri sekaligus pemimpin.
Hingga pada 2017, menurut laporan BBC Indonesai, pria yang kini berusia 40 tahun itu, mendirikan partai gerakan sayap kanan Denmark bernama Stram Kurs atau Garis Keras. Partai ini kerap menyuarakan agenda anti-imigran dan anti-Islam.
Paludan yang juga dikenal sebagai seorang pengacara dan youtuber ini pernah dihukum atas kasus penghinaan rasial.
Aksi provokatif Paludan yang ramai baru ini ternyata bukan yang pertama kalinya, dia juga pernah melakukan aksi serupa di tahun-tahun sebelumnya. Seperti pada April 2022 lalu, Paludan melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an di wilayah yang banyak dihuni warga Muslim di Swedia.
Ia melakukannya di bawah pengawalan kepolisian di area terbuka di wilayah Linkoping pada Kamis (14/4/2022) lalu. Dia tetap melakukan aksi itu meskipun mendapat penolakan dari sekitar 200 demonstran yang berkumpul di lokasi yang sama.
Pada November 2020, Paludan juga pernah ditangkap di Prancis dan dideportasi. Paludan bersama lima aktivis lainnya ditangkap di Belgia atas tuduhan ingin "menyebarkan kebencian" dengan membakar Al-Qur'an di Brussels.
Kemudian pada September 2020, ia juga sempat dilarang masuk ke Swedia selama dua tahun. Sementara pada Oktober, dia dilarang masuk ke Jerman untuk sementara waktu setelah mengumumkan rencana untuk menggelar unjuk rasa provokatif di Berlin.
Lalu di tahun 2019, Paludan juga pernah melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an yang dibungkus dengan daging babi. Akibat aksi tersebut, akunnya sempat diblokir selama sebulan oleh pihak Facebook setelah membuat postingan yang mengaitkan kebijakan imigrasi dan kriminalitas.
Paludan juga dijatuhi hukuman percobaan terkait tindak rasisme tahun 2019. Dia menyatakan banding atas hukumannya, yang mencakup hukuman percobaan selama dua bulan penjara.
Saat itu, Paludan menghadapi 14 dakwaan, termasuk rasisme, pencemaran nama baik, dan mengemudi secara sembrono. Paludan juga dilarang beraktivitas sebagai pengacara kriminal selama tiga tahun dan dilarang mengemudi selama setahun.