apahabar, JAKARTA – Kasus bunuh diri mayoritas dilakukan oleh laki-laki. Salah satu faktornya karena laki-laki cenderung tidak leluasa dalam mengutarakan perasaannya.
Merujuk data dari Kemenkes, pada tahun 2019 dari total 6.544 kasus bunuh diri di Indonesia, laki-laki yang melakukan bunuh diri sejumlah 5.096. Dan sisanya, sebanyak 1.448 adalah perempuan.
Berbeda dengan perempuan, laki-laki cenderung memendam apa yang sedang ia rasakan. Budaya patriarki yang menuntut pria harus lebih kuat dari perempuan juga menjadi faktor yang berpengaruh.
“Kecenderungannya mungkin karena adanya budaya patriarki yang membuat laki-laki beranggapan tidak boleh sedih, tidak boleh nangis, harus kuat dan sebagainya,” ucap Dr dr Nova Riyanti Yusuf, SpKj dari Perhimpunan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa dalam konferensi pers pada Senin (11/12).
“Itu yang membuat laki-laki mengalami mentally problematic. Padahal laki-laki juga memiliki masalah hanya saja ia tidak menunjukannya,” ujar Nova melanjutkan.
Bunuh diri menjadi penyebab kematian keempat terbesar pada kelompok usia 15-29 tahun secara global pada 2019.
Percobaan bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang serius. Namun bunuh diri dapat dicegah dengan beberapa faktor risiko seperti screening atau penapisan deteksi dini faktor risiko ide bunuh diri pada remaja.
Selain itu perlu untuk melakukan intervensi terhadap individu yang punya potensi bunuh diri, agar upaya percobaan bunuh dirinya tidak berkembang.
Dr Nova juga menyebutkan, kelompok lansia juga menjadi ancaman bunuh diri yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena tingkat kesepian yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap kesehatan jiwanya.
Untuk memberikan dukungan psikologi masyarakat, Kementerian kesehatan (Kemenkes) Indonesia memiliki konsultasi gratis yaitu D’Patens24.
Konsultasi ini dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat secara gratis melalui Hotline Service 24 jam dan akan dilayani oleh tenaga kesehatan profesional.