Tak Berkategori

Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Pembunuhan Istri Muda Pembakal di HST Sayangkan Vonis Hakim

apahabar.com, BARABAI – Kuasa hukum terdakwa kasus pembunuhan istri muda Pembakal di HST, Akhmad Gazali Noor…

Featured-Image
Akhmad Gazali (memakai batik), PH terdakwa saat berbincang dengan keluarga koraban usai sidang putusan di PN Barabai Kelas II, Selasa (20/10)/ Foto-apahabar.com/Lazuardi.

bakabar.com, BARABAI - Kuasa hukum terdakwa kasus pembunuhan istri muda Pembakal di HST, Akhmad Gazali Noor menyayangkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Barabai. Dia menyebut putusan hakim lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) semula menuntut pidana 7 tahun, namun putusan hakim kemudian ternyati lebih tinggi 6 bulan.

Menurut Gazali, dalam mengambil putusan, hakim tidak menilai pledoi atau pembelaan yang diajukan atau dibacakannya pada sidang ke 4. Hakim tidak mempertimbangkan hal-hal yang meringankan.

Sebagai PH yang berkewajiban memberi pendampingan hukum dan memastikan terdakwa mendapatkan hak-haknya dalam menjalankan proses hukum, Gazali mengatakan, majelis hakim perlu memepertimbangkan pledoi tadi.

Pertimbangan yang meringankan, papar Gazali, anak atau terdakwa menyesali dan mengakui perbuatannya. Apalagi terdakwa masih anak di bawah umur dan merupakan pelajar aktif yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas.

Selain itu, lanjut Gazali, sesuai dengan kesimpulan serta rekomendasi dari petugas balai pemasyarakatan (BAPAS), untuk kasus anak berhadapan dengan hukum agar tidak terlalu lama dipidana. Supaya tidak mengganggu mental serta tumbuh kembang anak.

"Kalau itu maksimal (hukuman 7 tahun 6 bulan) kenapa tidak dipertimbangkan hal yang meringankan tadi. Harusnya jadi pertimbangan hakim. Kenapa hukumannya maksimal, tidak turun atau sesuai tuntutan JPU," kata Gazali ditemui bakabar.com di Posbakum PN Barabai.

Gazali punya waktu tujuh hari untuk menyikapi putusan hakim tersebut. Apakah menerima begitu saja atau mengajukan banding.

"Kita konfirmasi dan diskusikan dulu, kita belum tau apakah orang tua anak akan mengambil upaya hukum (banding-red) atau menerima saja," tutup Gazali.

Seperti yang diketahui, pada 39 laman putusan yang dibacakan majelis hakim, R divonis pidana 7 tahun 6 bulan. Putusan ini lebih tinggi dari tuntutan JPU yang hanya 7 tahun saja.

Putusan itu merupakan setengah dari Pasal 338 KUHP selama 15 tahun atau maksimal hukuman bagi orang dewasa.

Juru Bicara PN Barabai, Ariansyah menyebutkan, mengenai pledoi yang disampaikan PH, bukan pembelaan pada umumnya tapi pledoi yang disampaikan berupa fakta hukum dan penerapan hukumnya.

"Intinya, PH meminta keringanan terhadap pemidanaannya. PH tidak sependapat dengan lamanya tuntutan pidana. Ini pun jadi pertimbangan," kata Ariansyah.

Hakim, kata Ariasnyah menilai ada hal yang memberatkan terdakwa hingga majelis memutus hukuman lebih tinggi 6 bulan.

"Apa yang dilakukan atau perbuatan terdakwa ini tergolong kejam dan sadis. Terdakwa membunuh 2 nyawa sekaligus (Korban dan anak yang masih dalam kandungan berumur 9 bulan-red)," kata Ariansyah usai sidang putusan.

Majelis, kata Ariansyah melihat secara keselurahan terdakwa anak itu sesuai dengan fakta-fakta persidangan. Baik hal yang memberatkan maupun yang meringankan.

Ariansyah menyebutkan, ada fakta menarik dalam pertimbangan majelis dalam memutus perkara itu. Pertanyaan besar untuk sosok RY atau rekan terdakwa yang menemaninya ke rumah Latifah di Jalan Lingkar Walangsi-Kapar Desa Banua Binjai.

Selama proses penyidikan hingga persidangan, sosok RY terus disebut-sebut. Namun dalam BAP hingga di meja hijau tidak pernah dimunculkan sosok teman R ini.

Kata Ariansyah, fakta hukum bicara lain, ada yang melihat keduanya datang bersama ke kediaman korban bahkan R dan RY sebelumnya sempat menyinggahi salah satu saksi dan satu orang yang tidak ada dalam BAP.

Selain itu juga berdasarkan pesan WhatsApp korban ke ibunya yang menyebutkan bahwa korban kedatangan tamu yakni R dan keponakan kades yang diduga RY.

"RY ini disebut juga dalam surat dakwaan. Dalam rangkaian peristiwa RY ini memang yang menemani R dari berangkat sampai pulang bahkan sampai membuang barang bukti," ujar Ariansyah.

Mengingat kondisi terdakwa R atau anak di bawah umur memilik hak ingkar, kata Ariansyah, akan tetapi tidak bisa dipercayai begitu saja dengan keterangan yang diberikannya. Maksudnya, terdakwa anak memberikan keterangan bahwa rekannya tadi hanya menunggu di luar rumah saja.

Rekannya ini disebut-sebut tak tahu kalau terjadi tindak pidana pembunuhan. Apalagi saat ini sosok RY juga telah meninggalkan HST untuk bekerja. Hal itu berdasarkan surat keterangan Kades Patikalain.

"Apalagi surat ini dibuat ayah terdakwa (Kades)," kata Ariansyah.

Pertanyaan besar lainnya, Ariansyah menyebutkan senjata tajam (sajam) yang ditaruh di rumah Latifah oleh suaminya atau Kades tadi.

"Tujuan sang ayah menaruh sajam tersebut juga tidak jelas dan tidak ada izin kepemilikan sajam. Kemudian juga dikaitkan mengenai sampai saat ini ayah pelaku dengan keluarga korban tidak ada itikad baik atau belasungkawa," tutup Ariansyah.

Komentar
Banner
Banner