bakabar.com, JAKARTA - PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) meyakini kredit perbankan sepanjang tahun ini mampu tumbuh pada kisaran yang ditargetkan oleh Bank Indonesia (BI).
BI memperkirakan penyaluran kredit dari perbankan sepanjang tahun ini akan berada pada kisaran 10-12 persen.
“Tekanan inflasi yang stabil dan cenderung melandai, dengan suku bunga BI yang kemungkinan tidak akan berubah, serta kembali menguatnya pertumbuhan kredit pada Mei 2023, memberi ruang bagi penyaluran pinjaman,” ujar Ekonom Bahana TCW Emil Muhamad dalam keterangan resmi, di Jakarta, Kamis (6/7).
Pada Mei 2023, industri perbankan berhasil mencatat pertumbuhan kredit sebesar 9,39 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini semakin menguat dari pencapaian bulan sebelumnya yang tumbuh 8 persen secara tahunan.
Baca Juga: April 2023, OJK Catat Kredit Perbankan Capai Rp6.464 Triliun
‘’Kredit konsumsi masih akan menjadi penopang utama penyaluran kredit di sepanjang tahun di tengah-tengah tahun politik saat ini,’’ imbuhnya.
Biasanya, korporasi ataupun investor disebut menahan diri untuk melakukan ekspansi usaha, sebab terdapat ketidakpastian akan perubahan kebijakan dengan adanya pemerintahan yang baru, sehingga akan mempengaruhi laju penyaluran kredit investasi dan modal kerja.
Kredit yang tumbuh sekitar 10 persen ini masih selaras dengan nominal pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kuartal I tahun 2023 sebesar 12,49 persen.
Lebih lanjut, bank sentral dikatakan siap memberikan stimulus melalui kebijakan makro prudensial berupa pemberian insentif likuiditas kepada bank-bank penyalur pembiayaan untuk sektor hilirisasi pertanian, pertambangan, perkebunan, dan perikanan. Artinya, pelonggaran giro wajib minimum (GWM) untuk sektor hilirisasi tersebut berpeluang akan disesuaikan.
Baca Juga: April 2023, BI Catat Kredit Perbankan Tumbuh 8,08 Persen
Bila dilihat dari perekonomian secara makro, tekanan inflasi pada paruh kedua tahun ini dinyatakan cenderung semakin landai yang berdampak pada tingkat suku bunga acuan.
“Memang dari sisi tekanan inflasi, terbuka ruang bagi kebijakan moneter untuk memotong suku bunga, namun hal tersebut harus sangat hati-hati dilakukan sebab akan berdampak pada stabilisasi nilai tukar. Nilai tukar yang volatile akan mengganggu pelaku usaha,” kata Emil.
Suku bunga acuan atau BI-7day (reverse) repo rate tetap pada kisaran 5,75 persen sejak Februari hingga Juni 2023 dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) per Juni pada kisaran 13,06 persen.
Bila dibandingkan dengan tahun lalu, angka ini lebih tinggi, tetapi besaran kenaikan SBDK kian melandai setiap bulan. Hal ini dinilai akan berdampak positif bagi penyaluran kredit konsumsi karena masyarakat pada umumnya sensitif terhadap kenaikan harga dan suku bunga.
Baca Juga: Kebijakan BI, Analis: Investor Perhatikan Suku Bunga dan Kredit Perbankan
Dengan suku bunga yang stabil, risiko kredit bermasalah juga dianggap terus memperlihatkan perbaikan. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) secara gross pada akhir Mei 2023 sebesar 2,52 persen, lebih rendah bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 3,04 persen.
‘’Dengan kondisi global yang masih penuh ketidakpastian, Indonesia mampu menjaga inflasi yang cenderung menurun, dan kredit masih memperlihatkan penguatan, sehingga tidak ada alasan khawatir terhadap pertumbuhan ekonomi,’’ ujar dia pula.