Skandal TNI

KontraS Ingatkan DPR dan Panglima TNI Benahi Internal Militer

KontraS meminta agar DPR dan Panglima TNI segera melakukan pembenahan kondisi internal Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Featured-Image
Lokasi kejadian penculikan anggota Paspampres terhadap pemilik toko kosmetik di Jalan Sandratek, Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangsel, Senin, (28/8). Foto: apahabar.com/Rizky Dewantara

bakabar.com, JAKARTA - KontraS meminta agar DPR dan Panglima TNI segera melakukan pembenahan kondisi internal Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Hal itu menyusul banyaknya keterlibatan anggota TNI dan Militer dalam kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Peristiwa ini menjadi alarm pengingat bagi DPR dan Panglima TNI untuk segera melakukan pembenahan pada institusi agar kasus keterlibatan TNI dalam ranah sipil tidak terulang kembali," kata Divisi Hukum Kontras Andrie Yunus dalam keterangan resminya, Senin (28/8).

Baca Juga: Aksi Brutal Paspampres di Ciputat, 3 Anggota Militer Ditahan

Kata dia, tiga prajurit TNI pelaku penyiksaan dan penculikan itu harus diadili melalui peradilan umum. Diketahui, salah satunya adalah adalah Oknum Paspampres, Praka RM.

"Agar proses hukum dapat berjalan secara adil, objektif dan transparan," lanjut dia.

KontraS juga mendesak oknum Paspampres yang telah menghilangkan nyawa warga sipil tersebut diadili di pengadilan umum, bukan militer.

"Selain itu, tiga prajurit TNI pelaku penyiksaan kepada harus diadili melalui peradilan umum agar proses hukum dapat berjalan secara adil, objektif dan transparan," tambahnya.

Baca Juga: Kesaksian Sepupu Imam Masykur saat Penculikan di Toko Kosmetik

Sebab, Andrie menilai ketiga anggota TNI itu telah melanggar beberapa ketentuan dalam kasus penculikan dan pembunuhan itu.

Pertama, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 33 ayat [1] menyatakan “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.

"Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Pasal 7 menyatakan “Bahwa tidak seorang pun boleh dikenai siksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat," lanjut dia.

Ketiga, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia, Pasal 12 menyatakan “Setiap negara pihak harus menjamin agar instansi-instansi yang berwenang melakukan suatu penyidikan dengan cepat dan tidak memihak, setiap ada alasan yang cukup kuat untuk memercayai bahwa suatu tindak penyiksaan telah dilakukan di wilayah hukumnya”.

Baca Juga: Detik-Detik Korban Pembunuhan Paspampres Diculik di Kios, Tangan Terborgol!

Selanjutnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 351 Ayat (1) dan (2) menyatakan sebagai berikut: “(1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.”

"Peraturan Panglima TNI (Perpang) Nomor 73/IX/2010 tentang Penentangan terhadap Penyiksaan dan Perlakuan Lain yang Kejam dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia: pasal (2) setiap penegak hukum di lingkungan TNI dan prajurit TNI yang terkait dengan tugas untuk memperoleh keterangan atau pengakuan, dilarang melakukan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam serta merendahkan martabat manusia," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner