bakabar.com, JAKARTA - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut Polri harus profesional dalam melakukan penyelidikan kasus tragedi Kanjuruhan, Malang. Menurutnya, Polri harus bisa menghindari isu konflik kepentingan atau conflict of interest.
"Asumsi seperti itu pasti akan muncul. Apalagi dalam konteks tragedi Kanjuruhan, masing-masing pihak yaitu Polri dan PSSI adalah pihak yang menjadi penanggung jawab event," ujar Bambang Rukminto saat dihubungi bakabar.com, Jumat (21/10).
Seperti yang diketahui, ada tiga orang tersangka dari pihak pihak Polri yang sebelumnya diduga berperan dalam kasus Kanjuruhan. Selain itu, Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Ketum PSSI) M. Iriawan sempat diperiksa sebagai saksi oleh Mapolda Jatim. Iwan Bule sapaan akrabnya pernah menjabat Kapolda Metro Jaya pada tahun 2017.
Baca Juga: Komnas HAM Kritik Fun Football PSSI dan FIFA: Hormati Korban Kanjuruhan!
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan di Mata Suporter: Melanggar Statuta FIFA, Gagal Koordinasi
Oleh sebab itu, Bambang menjelaskan Polri harus tetap bertindak profesional dalam melaksanakan tugasnya. Jangan lagi menambah citra Polri yang akhir-akhir ini sedang menurun karena runtutan kasus yang mendera institusi ini.
"Harusnya sebagai institusi negara, Polri harus bertindak profesional sebagai penegak hukum sesuai tupoksi yang diamanatkan UU no.2 tahun 2022 untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat," katanya.
Selain itu, ia juga mencermati dan mengapresiasi langkah dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang telah mengeluarkan rekomendasi. Namun, hal itu harus dibarengi dengan langkah dari pemerintah agar dapat terungkap dan kejadian serupa tidak terulang kembali.
"Rekomendasi TGIPF saja tidak cukup. Harus ada langkah-langkah konkrit yang dilakukan Presiden sebagai pemberi mandat TGIPF melalui Peraturan Presiden (Perpres)," pungkasnya.
Peneliti dari ISESS itu pun membagikan data terbaru tentang Tragedi di Kanjuruhan kepada apahabar.
Sejauh ini, hingga Jumat 21 Oktober 2022 pukul 10:35 WIB telah ada 134 korban jiwa yang disebabkan oleh Tragedi Kanjuruhan. Tragedi ini pun menjadi pertandingan sepak bola ke-2 di dunia yang merenggut korban jiwa terbanyak.
Komnas HAM pun sebelumnya juga telah menyebut bahwa jatuhnya ratusan korban jiwa dalam kejadian kelam ini pemicunya adalah gas air mata dari Kepolisian.
Sebelumnya, pada saat rekonstruksi kejadian di Stadion Kanjuruhan, pihak Polri tidak melakukan penembakan gas air mata ke arah tribun penonton.
Adegan dalam proses rekonstruksi ini pun dinilai berbeda dengan temuan TGIPF yang menyatakan polisi menembakkan gas air mata secara tak terukur ke arah penonton di tribun stadion Kanjuruhan.