bakabar.com, BANJARMASIN – Badan Ekskutif Mahasiswa se Kalimantan Selatan dijadwalkan akan kembali melakukan aksi demonstrasi penolakan Undang-undang Cipta Kerja di Sekretariat DPRD Kalsel besok, Kamis (15/10) siang.
Namun, Ketua DPRD Kalsel H Supian HK mengaku tidak bisa menemui massa yang bakal kembali berorasi menolak UU Cipta Kerja.
Ketua DPRD Kalsel H Supian HK mengaku selaku pimpinan ia akan berangkat menghadiri rapat badan anggaran (Banggar) di Jawa Timur.
“Besok saya akan menghadiri rapat badan anggaran persiapan tahun 2021 di Jawa Timur,” ucap Supian HK kepada awak media, Rabu (14/10) siang.
Politisi Partai Golkar itu mengaku sudah empat kali tidak mengikuti rapat badan anggaran karena ada rapat ke luar daerah.
“Apabila sampai dengan enam kali tidak hadir, maka akan diberikan sanksi sesuai tata tertib,” kata Supian HK.
Kendati demikian, ia tetap mempersilakan rekan-rekan mahasiswa untuk melakukan aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja.
“Kalau mau demo ya silakan, menyampaikan aspirasi dan teriak-teriak di jalan itu hal yang biasa,” jelasnya.
Ia meminta kepada mahasiswa agar memahami kondisi tersebut dan tetap menjaga keamanan serta kondusifitas di Banua. “Mohon kiranya adik-adik mahasiswa bisa memahami,” cetusnya.
Selain itu, Supian HK meminta kepada anggota dewan yang masih berada di sekretariat agar bersedia menerima massa.
“Adik-adik itu harus diterima. Kalau tidak ada anggota DPRD Kalsel, minimal sekretaris dewan maupun sekretariat,” pungkasnya.
Sebelumnya, BEM se Kalsel memilih tidak hadir pada acara Rapat Dengar Pendapat terkait penolakan Undang-undang Cipta Kerja di Sekretariat DPRD Kalsel.
Padahal RDP itu merupakan tindak lanjut dari penyampaian aspirasi Forum BEM se Kalsel oleh DPRD Kalsel kepada Presiden Joko Widodo.
Berdasarkan pantauan bakabar.com di lokasi kegiatan, tidak terlihat rekan-rekan Forum BEM se- Kalsel pada acara tersebut.
Organisasi kepemudaan maupun kemahasiswaan yang berhadir dapat dihitung jari, di antaranya seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Sisanya adalah organisasi kemasyarakatan dan buruh, aparat kepolisian, perwakilan pemerintah provinsi serta anggota DPRD Kalsel.
RDP sendiri dipimpin langsung Ketua DPRD Kalsel Supian HK.
Politisi Partai Golkar itu didampingi Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kalsel Siswansyah, Karo Ops Polda Kalsel Kombes Pol Mochammad Noor Subchan dan perwakilan Danrem 101/Antasari.
Dalam kesempatan itu, Dewan Kalsel mendapat sejumlah masukan dari organisasi kemasyarakatan dan buruh.
Salah satunya dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kalimantan Selatan.
Mereka mendesak DPRD dan pemerintah provinsi Kalsel untuk mengadakan draf asli Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
“Kita meminta DPRD dan pemerintah provinsi Kalsel untuk mengadakan draf asli UU Omnibus Law Cipta Kerja ini,” ucap Biro Hukum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kalsel, Sumarlan saat rapat gelar pendapat di Sekretariat DPRD Kalsel, Selasa (13/10) siang.
Dengan adanya draf asli UU Omnibus Law Cipta Kerja itu, kata dia, semua pihak di daerah bisa mempelajari regulasi kontroversial tersebut.
“Kalau sudah memegang draf asli, maka kita bisa mempelajarinya secara bersama-sama,” kata Sumarlan.
Sumarlan menilai sebagian hak-hak buruh di dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja tidak sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Salah satunya penghilangan hak buruh untuk cuti besar.
Cuti besar sendiri adalah hak istirahat panjang untuk seorang karyawan.
Di mana pemerintah Indonesia sudah mengatur tentang cuti besar dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 79.
Di sana disebutkan, seorang karyawan yang mengambil cuti besar akan diberikan waktu cuti sekurang-kurangnya selama 2 bulan.
“Ini bukan hoaks. Kami sudah melakukan kajian,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kalsel Supian HK mengaku telah menyampaikan aspirasi BEM se Kalsel ke Presiden Joko Widodo.
“Kita sudah menyampaikan aspirasi mahasiswa,” kata Supian HK.
Menurutnya, Presiden Jokowi masih berkemungkinan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
Mengingat belied ini masih dibahas di tingkat pusat.
“Atau melalui Judicial Review di Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya.