bakabar.com, JAKARTA - Sejarah bermula dari Suku Tartar dengan selapis roti yang diberi perasan jeruk, kemudian hidangan dari Asia Tengah itu dibawa hingga ke Hamburg. Lantas bangsa Amerika pun memodifikasinya menjadi roti bulat nan gemuk dengan isian daging. Jadilah Hamburger sebagai santapan mendunia.
Saat ini, hamburger atau yang lazim disebut burger masuk dalam daftar menu favorit, bahkan Mc Donald's lahir sebagai gerai khusus yang menyediakan varian menu burger. Dan pada perkembangannya, siapa sangka jika salah satu menu burger dari McDonald's pun menjelma alat ukur dari nilai mata uang suatu negara.
Big Mac Index namanya, yang merupakan suatu pola ukur yang diterbitkan oleh majalah The Economist sebagai suatu cara informal untuk mengukur paritas daya beli (purchasing power parity – PPP) antara dua mata uang, dan memberikan ujian sejauh mana akibat nilai tukar (kurs) pasar terhadap barang dengan biaya sama meski di negara yang berbeda.
Tentu saja, indeks ini berusaha untuk membuat teori kurs sedikit lebih mudah untuk dicerna dengan mengambil namanya dari Big Mac, suatu produk hamburger yang dijual di restoran terkemuka yang nyaris ada di semua negara.
Jadi bisa disimpulkan kalau konsep ini bekerja berdasarkan hukum satu harga, sehingga jika terdapat perbedaan harga di dua negara yang berbeda seharusnya hal tersebut dapat menjadi gambaran nilai tukar nominal antara keduanya.