bakabar.com, JAKARTA - Ketahanan energi Indonesia masih lemah. Hal itu diucapkan Legislator Senayan, Mulyanto.
Yang dimaksud anggota Komisi VII DPR RI itu adalah keterjangkauan harga. Juga aksesabilitas masyarakat terhadap energi.
"Komoditas minyak misalnya. Lebih dari separuh masih diimpor. Kita telah menjadi negara net importer minyak sejak tahun 2016," katanya, Jumat (18/8).
Baca Juga: Baterai, NBRI: Teknologi Kunci dalam Transisi Energi
Visi lifting minyak tahun 2030 sebesar 1 juta barel per hari. Kata dia, hanya sekedar mimpi. Faktanya, tahunan terus turun.
Selain itu, capaian realisasinya juga tak sampai seratus persen. Sedangkan demand minyak terus meningkat. Akibatnya, impor tiap tahun semakin bertambah.
Baca Juga: Dukung Transisi Energi, STuEB: Percepat Pensiun Dini PLTU Batu Bara
"Terkait gas alam, produksinya cukup. Bahkan mampu mengekspor sebanyak 30 persen dari produksi nasional. Namun, terkait dengan gas LPG, Indonesia sangat tergantung pada produk impor," katanya.
Dari sisi aksesabilitas, kelemahan ada pada aspek pengawasan. Masih ditemukan kasus-kasus kelangkaan komoditas subsidi. Baik solar, pertalite ataupun gas melon 3 kg.
“Penyebab utamanya, selain karena peningkatan demand, juga akibat penyimpangan dalam distribusi terutama ke perkebunan besar, pertambangan dan industri, serta pengoplosan,” tutupnya.