bakabar.com, JAKARTA - Sekertaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan menjelaskan carut marut harga komoditas pangan secara umum disebabkan oleh kurangnya pengawasan oleh pemerintah. Pengawasan sangat diperluan sebagai instrumen untuk menjaga kestabilan harga bahan pokok di pasaran.
"Pengawasan pemerintah soal komoditas pangan masih kurang optimal. Butuh evaluasi besar-besaran di tubuh pemerintah khususnya di fungsi pengawasan," ungkap Reynaldi kepada bakabar.com, di Jakarta, Selasa (18/4).
Hal itu diperlukan, karena tren kenaikan harga bahan pangan kerap terjadi menjelang Idulfitri. Biasanya pada H-3 lebaran hingga pasca Idulfitri yakni H+2 atau H+ lebaran.
"Tren harga pangan yang naik biasanya terjadi pada H-3 Idul Fitri sampai dengan pasca Idul Fitri yakni H+2 atau H+ lebaran," imbuhnya.
Baca Juga: Harga Pangan Turun Jelang Lebaran, Presiden: Kecuali Bawang Bombai
Kendati begitu, menurut Reynaldi, tren kenaikan harga komoditas pangan menjadi lumrah secara hukum ekonomi di setiap Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Ketika stok terbatas, maka harga komoditas merangkak naik. Demikian sebaliknya, ketika stok melimpah, harga menjadi turun.
Namun disamping itu, ada beberapa faktor yang dicermati Ikappi soal tren kenaikan harga menjelang Idulfitri. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari peran pemerintah dalam pengawasannya.
Pertama terkait dengan ketersedian. Hal ini menjadi penting karena di setiap momentum hari besar keagamaan selalu diiringi dengan lonjakan permintaan yang lebih tinggi dari biasanya.
"Maka kalau secara ketersediaan pemerintah gak bisa mengoptimalkan, tentunya akan berdampak pada lonjakan harga yang luar biasa," paparnya.
Baca Juga: Sambangi Pasar Murah Cilincing, Mendag Zulhas Pastikan Harga Pangan Murah
Untuk itu, di fase kedua kenaikan harga komoditas pangan, intervensi perlu dilakukan. Pemerintah harus mampu menjaga ketersediaan stok di pasaran.
"Itu bisa terjadi lonjakan yang luar biasa dari permintaan. Jadi kalau ketersediaan ini belum ada, lebih dari dua kali lipat kenaikannya," jelas Reynaldi.
Kedua, terkait dengan distribusi bahan pangan. Hal ini menjadi penting, karena menurut Reynaldi, pemerintah belum memilki roadmap yang jelas terkait data produksi di dalam negeri. Ketika tidak memiliki basis data yang pasti, maka lonjakan harga di fase kedua sangat mungkin terjadi.
"Contoh saja, sentra beras, sentra cabai. Jadi produksinya tiap bulan berapa banyak, kita harus tahu. Kemudian, konsumsi dalam negeri kita ada berapa banyak? itu kan harus ada pemetaan yang kami sebut itu tata niaga pangan," papar Reynaldi.
Baca Juga: Perjalanan ke Banyak Provinsi, Jokowi: Saya Lihat Harga Pangan Stabil
Selanjutnya, urusan tata niaga pangan, menurut Reynaldi sebaiknya melibatkan sejumlah kementerian terkait, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan BPS. Untuk itu, perlu adanya perbaikan tata niaga pangan mulai dari hulu hingga hilir.
"Tentu seharusnya dielaborasi semuanya. Yang kami sebut distribusi ini adalah saya kasih contoh ketika bawang merah di Brebes surplus. Bisa dibawa atau disubsidi ke daerah daerah yang konsumsinya tinggi seperti ke Jabodetabek," terangnya.
Lebih lanjut, Reynaldi menegaskan, "Dan penataan itu yang harusnya pemerintah punya untuk kedepan."
Harga komoditas pangan
Saat ini, harga komoditi pangan di pasaran seperti gula pasir, kata Reynaldi, sudah di level Rp15.000 per kilogram. Sedangkan daging sapi ada di harga Rp140.000 hingga Rp143.000 per kilogram.
Baca Juga: Sidak Pasar Rawamangun, Zulhas Terima Keluhan Lonjakan Harga Pangan
"Daging yang masih relatif tinggi namun kami masih memantau apakah harga daging ini mampu tertahan bahkan turun dengan terbantukan-nya oleh daging kerbau impor," katanya.
Jika terdistribusi daging impor bisa terdistribusi merata di pasar-pasar tradisional, dalam hitungan hari, tren kenaikan harga daging bisa ditekan. Dengan begitu, masyarakat bisa menikmati daging dengan harga yang terjangkau.
Kemudian untuk kebutuhan pokok seperti cabai, menurut Reynaldi, harganya masih masuk kategori tinggi. Terbukti, rata-rata harga cabai rawit merah ada di level Rp55.000-Rp60.000 per kilogramnya.
Selanjutnya, bawang putih di hargaRp35.000 - Rp36.000, bawang merah Rp42.000 - Rp43.000 per kilogram. Adapun komoditas telur ayam, Reynaldi mengatakan harganya di kisaran Rp29.000 hingga Rp30.000. Sedangkan ayam ras masih konsisten di Rp39.000 hingga Rp40.000 per ekor.