bakabar.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut orang-orang kelahiran tahun 1980 ke bawah lebih kebal tertular cacar monyet. Sebab, mereka umumnya telah mendapat vaksin cacar.
"Jadi buat teman-teman yang lahirnya di 1980 ke bawah, seperti saya ini yang sudah tua-tua, itu terproteksi (dari cacar monyet). Mungkin tidak 100 persen, tetapi terproteksi," ujarnya saat agenda The 3rd G20 Health Working Group, dikutip dari YouTube Kemenkes RI, Jumat (26/8).
Budi menegaskan vaksin cacar itu berbeda dengan vaksin Covid-19 yang hanya berlaku enam bulan. Vaksin cacar, kata dia, berlaku seumur hidup.
"Kalau teman-teman seperti saya, itu kalau dilihat lengannya ada goresannya, kalau saya itu masih ada. Bedanya dengan vaksinasi Covid-19 yang berlakunya enam bulan. Ini (vaksin cacar) sekali divaksin berlakunya seumur hidup," tuturnya.
Berkat vaksin itu pula, Budi memprediksi, pasien positif cacar monyet di Indonesia tak bakal mengalami gejala parah yang sampai berujung fatal. Hal ini juga diduga membuat prevalensi cacar monyet di Asia, termasuk Indonesia, tidak separah di Eropa atau wilayah lainnya.
Budi lantas membandingkan kasus yang terjadi di Asia dengan di Eropa. Dia mengatakan masyarakat di negara-negara Benua Biru itu tidak diberikan vaksinasi secara menyeluruh lantaran penyakit cacar air cepat hilang.
Ugly But You'll Survive
Infeksi cacar monyet sendiri menimbulkan gejala lesi dan ruam di kulit, utamanya pada area tangan dan wajah. Meski gejala tersebut membuat penampilan terlihat buruk, Budi menilai, setidaknya tingkat risiko kematian cacar monyet rendah, sehingga tak mengancam nyawa.
“Because it only affects your skin, basically. Yeah, you look ugly definitely, but at least you will survive. (Pada dasarnya, itu hanya mempengaruhi kulit Anda. Benar, Anda pasti terlihat jelek, tapi setidaknya Anda bisa bertahan),” ungkapnya dalam agenda yang sama.
Budi membeberkan fatality rate atau tingkat kematian pada kasus cacar monyet berkisar antara 0,4 sampai 0,5 persen. Hal ini merujuk pada data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di mana mengatakan dari 39 ribu hingga 40 ribu kasus cacar monyet, hanya 12 pasien yang dinyatakan meninggal.
Belasan orang yang meninggal itu, sambung dia, rata-rata bukan disebabkan cacar monyet semata. Menurutnya, mereka meninggal akibat secondari infection.
"Jadi sudah infeksi di kulit kemudian garuk-garuk. Infeksi masuk ke tubuh, kena infeksi bakteri paru. Jadi meninggalnya bisa karena karena pneumonia, itu kaitannya dengan meningitis, infeksi bakteri di otak," jelasnya.
Protokol Kesehatan Mesti Ditegaskan
Meski orang-orang yang lahir pada tahun 1980 ke bawah memiliki proteksi lebih tinggi terhadap penularan cacar monyet, Budi menegaskan agar mereka tetap menerapkan protokol kesehatan. Penularan cacar monyet memang tak secepat Covid-19, namun lebih mudah terdeteksi.
"Penularannya terjadi ketika sudah bergejala, berbeda dengan covid saat sebelum bergejala sudah bisa menular. Kalau cacar monyet, dia harus bintik-bintik dulu, keluar nanah, baru bisa menular. Sehingga dengan demikian, menghindari jauh lebih mudah karena kita sudah tahu orang itu sudah cacar monyet," tutupnya. (Nurisma)