Nasional

Kemenag Diminta Waspadai Kekerasan Seksual di Pesantren

apahabar.com, JAKARTA – Kasus pencabulan yang dilakukan HW (36), pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota…

Featured-Image
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily. Foti-Net.

bakabar.com, JAKARTA – Kasus pencabulan yang dilakukan HW (36), pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, terhadap 14 santri menjadi sorotan banyak pihak. Salah satunya datang dari Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily.

Ace meminta Kementerian Agama (Kemenag) mulai mewaspadai potensi kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren.

“Kementerian Agama harus dapat mendeteksi potensi kekerasan dalam Pesantren, terutama soal kekerasan seksual,” ujar Ace, dilansir CNNIndonesia.com, Kamis (9/12).

Ace meminta Kemenag mulai melakukan pendataan terhadap ustaz di pondok pesantren. Data tersebut nantinya bisa dilakukan evaluasi secara berkala.

Menurut dia, kasus kekerasan seksual oleh ustaz di kawasan Cibiru itu merupakan tindakan yang sangat memprihatinkan, biadab, dan mencoreng nama baik pesantren.

Ace mengatakan guru di pesantren seharusnya memberikan teladan dan akhlak kepada santrinya, alih-alih memanfaatkan posisinya untuk melakukan tindakan biadab itu.

“Tindakan ustaz tersebut tentu harus diberikan hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Ace.

Politikus Partai Golkar itu menyebut tidak ada ajaran Islam di Pesantren yang membenarkan tindakan keji tersebut.

Menurutnya, menodai kehormatan perempuan hingga menghamilinya di luar pernikahan, apalagi dilakukan pada santri di bawah umur, merupakan tindakan yang harus diberikan hukuman yang berat.

“Tidak ada toleransi dan harus tegas kepada orang seperti itu. Harus diberikan hukuman yang berat,” kata Ace.

Dari 14 santriyang menjadi korban pencabulan HW, diketahui empat di antaranya hamil hingga melahirkan sembilan bayi. Perbuatan cabul terdakwa HW, dilakukan terdakwa di beberapa tempat, sejak 2016 sampai dengan 2021.

HW saat ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung. Ia dijerat Pasal 81 ayat (1) dan (3) Pasal 76 D UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.



Komentar
Banner
Banner