Hot Borneo

Kematian Berulang Target Kepolisian Kalsel, Prof Denny: Polanya Terlihat Jelas

apahabar.com, BANJARMASIN – Ancaman kekerasan oleh aparat terus membayangi Kalimantan Selatan. Hanya dalam kurun waktu kurang…

Featured-Image
Subhan saat menjalani perawatan di RS Bhayangkara. Delapan hari ditahan, Subhan meninggal dalam status tahanan Polresta Banjarmasin. Foto: Klik Kalsel

bakabar.com, BANJARMASIN – Ancaman kekerasan oleh aparat terus membayangi Kalimantan Selatan. Hanya dalam kurun waktu kurang dari setahun, tiga nyawa melayang di tangan kepolisian.

Teranyar adalah Subhan (31). Baru diduga mengedar narkotika, bapak dua anak ini tewas dalam penanganan Polresta Banjarmasin, Sabtu 11 Juni, dini hari tadi.

Sebelum Subhan, ada nama Sarijan yang tewas digerebek sejumlah anggota Polres Banjar di Desa Pemangkih Banjar, Desember 2021.

Empat bulan berlalu, giliran Iyur meregang nyawa dalam sebuah penyergapan sejumlah personel Polres Banjarbaru di Desa Jawa Laut Martapura, April 2022.

Pakar hukum sekaligus mantan wakil menteri hukum dan HAM, Denny Indrayana menemukan pola berulang atas kematian para target kepolisian.

Menilik ke belakang, semua target kepolisian yang meninggal itu mayoritas masih berstatus terduga pelaku sebelum diamankan kepolisian.

Untuk menetapkannya sebagai tersangka, artinya polisi masih perlu mencukupi alat bukti.

Maka dalam kasus Sarijan, polisi melakukan penggerebekan dan menemukan alat hisap sabu sebagai bukti petunjuk.

Sementara Iyur yang menjadi target atas hasil pengembangan kasus, tewas lebih dulu sebelum sempat ada penggeledahan.

Kesamaan dari kasus keduanya, polisi menyatakan perlu melakukan tindakan tegas karena terduga pelaku mencoba melawan dan bersenjata tajam.

Pada bagian wajah jasad Sarijan pun ditemukan sejumlah luka lebam, dan darah segar yang mengucur dari hidungnya.

Sementara pada jasad Iyur keluarga menemukan lima mata luka yang diyakini bekas tembakan. Dua di dada, satu di perut dan dua lagi di paha kiri dan kanan.

Sedang pada kasus Subhan, bersandar kesaksian istrinya, ditemukan sejumlah lebam pada jasad. Sebelum dibawa polisi, Subhan terlihat sempat diseret lalu dipukuli.

“Apapun alasannya, tidak ada hukum acara membenarkan penyiksaan dalam proses hukum. Selain melanggar HAM, jika korbannya meninggal ya itu pembunuhan,” ujar Denny, Senin (13/6).

Enam bulan berlalu, baik kasus Sarijan maupun Iyur, Polda Kalsel juga sama-sama belum menetapkan tersangka atas kematian kedua terduga pengedar narkotika tersebut.

Para personel yang terlibat diyakini masih bertugas tanpa jelas bentuk pertanggungjawaban hukumnya.

Tak hanya itu, polisi belum juga menyampaikan hasil pemeriksaan medis atas kematian Sarijan maupun Iyur. Evaluasi mengenai penangkapan keduanya juga masih belum dibuka ke publik.

“Adanya tiga kasus kematian yang berdekatan makin menunjukkan pentingnya pengawas di internal kepolisian untuk turun memeriksa kasus-kasus itu secara profesional,” ujar Denny.

Jangan Lupakan Kasus Sarijan, Kakek Teluk Tiram yang Tewas dalam Penggerebekan Polisi

Lebih jauh, Denny melihat sudah saatnya Polda Kalsel melakukan evaluasi menyeluruh. Tiga kejadian dalam waktu kurang dari setahun menunjukkan ada sesuatu yang salah.

“Harus diusut tuntas. Tidak bisa dibiarkan. Sudah terlihat ada pola dan bisa jadi adalah pembunuhan,” ujar doktor hukum jebolan Universitas Melbourne Australia ini.

Evaluasi bisa dimulai dari yang paling sederhana. Tak jauh-jauh dari standar penangkapan sampai seseorang dibawa ke meja penyidikan.

Dalam kasus Subhan, misalnya, istri mendiang mengaku sampai tidak pernah menerima surat perintah penangkapan atas suaminya.

"Hak-hak terduga pelaku, asas praduga tak bersalah, dan jaminan tidak adanya kekerasan selama proses hukum harus diperhatikan," ujarnya.

Tanpa evaluasi menyeluruh, Denny kuatir rentetan kasus kematian serupa akan berulang dan bisa menimpa siapa saja di kemudian hari.

“Jadi, kasus ini tidak bisa ditutup begitu saja. Kita meminta agar kepolisian mengungkap setransparan mungkin, dan menjawab semaksimal mungkin apa yang sebenarnya terjadi dengan kematian-kematian tiga orang tersebut,” ujarnya.

KronologisPenyergapan Maut di Martapura: Ditabrak, Lalu Diseret, Iyur Tewas Ditembak

Denny kemudian menyoroti fenomena tali asih kepada keluarga korban. Menurutnya, boleh-boleh saja. Asal tidak dipandang sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban hukum.

Denny justru kuatir pemberian bantuan cenderung melecehkan pihak keluarga jika tidak dibarengi dengan penyelesaian hukum yang maksimal.

“Nyawa manusia itu tidak ternilai harganya. Jadi jangan seolah-olah bisa dibeli. Pertanggungjawaban pidana itu adanya di pengadilan,” pungkasnya.

Kembali terulangnya kasus kematian target operasi kepolisian juga disayangkan Praktisi Hukum dari Borneo Law Firm, Muhammad Pazri.

Seseorang yang masih berstatus terduga, belum menjadi tersangka, mempunyai hak membela diri atau due process of law. Itu yang harus dipenuhi oleh kepolisian.

"Perlu evaluasi dan diingatkan lagi tim polisi yang bergerak di lapangan apakah sudah mengimplementasikan asas legalitas, kebutuhan dan proporsionalitas," ujar Pazri, doktor hukum jebolan Universitas Islam Sultan Agung ini.

Sementara Dosen Hukum Pidana Universitas Lambung Mangkurat, Daddy Fahmanadie meminta media massa turut mengawal kasus kematian Subhan hingga tuntas.

“Saya nilai sudah pada tempatnya media mengawal kasus ini. Namun jangan terjebak dengan subjektivitas. Harus berdasar fakta peristiwa,” ujarnya.

Ada catatan dalam penegakan hukum kasus Subhan yang kemudian diberikan Daddy, utamanya berkaitan dengan hak-hak tersangka. Misal saat diperiksa atau disidik, apakah Subhan sudah didampingi oleh penasehat hukum.

“Dengan prinsip dan profesionalisme kepolisian saat ini, jika kemudian nanti memang terdapat dugaan pelanggaran semua sama asasnya di mata hukum,” ujarnya.

Jasad Subhan telah terkubur, tapi kesedihan dan trauma masih membayang di benak keluarga, istri hingga dua anaknya yang masih balita.

"Anak saya yang 3 tahun itu sampai bilang papahku meninggal dipukul polisi," cerita Sonia kepada awak media.

Yang membuatnya makin kesal, sebelum meninggal Subhan, kata polisi ke Sonia, sempat dilarikan ke rumah sakit sebanyak dua kali. Tapi lagi-lagi keluarga tak pernah diberitahu.

"Ada juga kawan yang memberitahu jika selama ditahan, suami saya tidak bisa berdiri gegara dipukuli. Namun saat hendak dijenguk selalu tidak bisa," kisahnya.

Di balik duka mendalam karena ditinggal suami tercinta, Sonia kini juga bingung karena harus jadi tulang punggung keluarga dan memberi nafkah kepada dua anaknya yang masih sangat kecil.

Belakangan kematian Subhan ikut mengundang perhatian Komnas HAM. Kepolisian diminta proaktif dan setransparan mungkin menindaklanjuti kematian Subhan.

“Salah satu isu strategis Komnas HAM memang adalah kekerasan oleh aparat negara. Kami akan melakukan pengamatan situasi HAM atas peristiwa ini,” ujar Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Hairansyah kepada bakabar.com.

@apahabarcom

Tahanan Tewas di Banjarmasin, Ditangkap, Tanpa Kabar, Pulang Tak Bernyawa #tiktokberita#banjarmasin

♬ suara asli – bakabar.com – bakabar.com

Komentar
Banner
Banner