Investigasi Hutan

Kelompok Usaha RGE Ditemukan Terlibat Deforestasi Dalam Rantai Pasok

 Investigasi lima organisasi menemukan masih adanya deforestasi yang dilakukan oleh Grup Royal Golden Eagle (RGE), kelompok usaha milik Sukanto Tanoto.

Featured-Image
Aerial HTI PT Industrial Forest Plantation (IFP), salah satu pemasok PT Balikpapan Chip Lestari di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Oktober, 2022 Photo: Fajar/Auriga Nusantara

bakabar.com, JAKARTA - Investigasi lima organisasi lingkungan menemukan fakta soal adanya deforestasi yang dilakukan oleh Grup Royal Golden Eagle (RGE), kelompok usaha milik Sukanto Tanoto.

Kelima organisasi yang melakukan investigasi yakni Environmental Paper Network, Rainforest Action Network, Auriga Nusantara, Greenpeace International, dan Woods & Wayside International.

Laporan bertajuk Babat Kalimantan memuat bukti-bukti yang diperoleh melalui analisis citra satelit, kajian data ekspor, laporan pelacakan kapal, dan data dari pemasok (supplier disclosure data).

Dalam laporan investigasi itu, RGE diduga mengendalikan sejumlah perusahaan cangkang yang berada di balik pabrik pulp baru berskala besar di Kalimantan Utara.

Baca Juga: Ancam Target Iklim, Bank Domestik Danai PLTU Batu Bara Adaro di Kaltara

Koordinator Kampanye Senior Environmental Paper Network Sergio Baffoni menyebut RGE dan anak perusahaannya seperti APRIL, Sateri, Asia Pacific Rayon, dan Asia Symbol sebenarnya sudah berjanji untuk menghapus deforestasi dalam rantai pasok mereka.

"Namun, laporan ini menemukan bahwa janji itu tidak ditepati,” ungkap Sergio Baffoni, Koordinator Kampanye Senior Environmental Paper Network dalam konferensi pers virtual, Selasa (23/5). 

Asia Symbol, pabrik pulp RGE di Cina, diduga menggunakan kayu dari sejumlah perusahaan yang baru-baru ini membabat hutan di Kalimantan. Kawasan hutan hujan tropis itu, merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tadinya merupakan habitat orangutan Kalimantan yang kini terancam punah. 

Laporan investigasi juga menjelaskan hasil pemeriksaan dokumen yang menunjukkan hubungan RGE dengan pabrik pulp skala besar yang saat ini akan dibangun PT Phoenix Resources International di Pulau Tarakan, Kalimantan Utara.

Baca Juga: Greenpeace: Deforestasi Kikis Lokalitas dan Budaya Papua

Keberadaan pabrik Phoenix –yang berpotensi mendorong pengembangan kawasan perkebunan kayu pulp monokultur secara luas– dikhawatirkan mengancam kelestarian hutan alam.

“Ada sekitar 600 ribu hektare hutan hujan tropis yang masuk dalam konsesi kehutanan di Kalimantan, Papua, dan Papua Barat yang terhubung dengan RGE. Dengan pembangunan pabrik baru Phoenix, sebagian kawasan hutan itu bisa terancam,” kata Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Menurut Syahrul, kehadiran PT Phoenix telah berisiko memicu deforestasi dan menghilangkan keanekaragaman hayati, meningkatkan emisi gas rumah kaca, serta mengancam kehidupan masyarakat di wilayah tersebut. Dia mengingatkan, permintaan kayu dari pabrik pulp skala besar sebelumnya telah mendorong deforestasi skala besar di Sumatera.

“Pola seperti itu bisa terulang kembali. Pembangunan pabrik ini adalah tanda bahaya gelombang baru deforestasi skala industri, Kali ini di Kalimantan dan Papua,” ujar Syahrul.

Baca Juga: Deforestasi IKN Ancam Keselamatan, Walhi: Megaproyek Ini Harus Dibatalkan!

Senada, Direktur Kampanye Hutan dan Keuangan Rainforest Action Network Tom Picken menegaskan peran RGE dalam perusakan hutan. Hal itu terjadi karena adanya pembiayaan dan ‘pemakluman’ untuk mereka.

Sebanyak 25 bank telah menggelontorkan lebih dari USD 5 miliar untuk sektor kehutanan RGE sejak 2016. Mitsubishi UFJ Financial Group, misalnya, sudah menyalurkan lebih dari USD 430 juta untuk RGE, kendati bank tersebut memiliki kebijakan untuk tidak membiayai kegiatan yang mengakibatkan deforestasi.

Tom Picken juga menyoroti langkah Forest Stewardship Council, organisasi sertifikasi hutan global, yang membuka pintu untuk APRIL, walaupun masih ada dugaan deforestasi dalam rantai pasok anak usaha RGE ini.

Baca Juga: Jual Beli Kawasan Hutan, Kementerian ATR/BPN Pidanakan Mafia Lahan di Batam

APRIL pernah mengikuti proses penilaian untuk mendapatkan sertifikat ramah lingkungan dari FSC pada 2013, tetapi mundur.

“Bank-bank dan fasilitator harus berhenti mengabaikan deforestasi yang masih menjadi bagian dari model bisnis RGE,” tegas Tom Picken. 

Editor
Komentar
Banner
Banner