apahabar, JAKARTA - Berdasarkan catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Kejaksaan adalah institusi yang paling banyak menggunakan Justice Collaborator (JC) sebagai bentuk upaya untuk mengungkap kebenaran.
Sedikitnya ada 173 orang yang menjadi JC diberikan oleh kejaksaan sepanjang tahun 2021, guna mengungkap kebenaran. Disusul oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 22 orang dan kepolisian 14 orang. Rabu (21/12).
Edwin Partogi Pasaribu, Wakil Ketua LPSK menjelaskan pemberian status JC harus mematuhi beberapa persyaratan undang-undang.
Dalam UU Nomor 31 Tahun 2014, jelas tertulis, menjadi JC bukan soal gampang. Konsekuensi yang ditanggung tak lepas dari tindak-tanduk kolaborator.
"Ketidakpatuhan terhadap UU ini bisa membuat legitimasi Justice Collaborator ini bisa dicabut, maka mematuhi betul-betul peraturan sudah barang wajib," pungkasnya.
Ketut Sumedana, Ketua Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) menambahkan, kalau JC sebagian besar berhasil mengungkapkan kasus besar seperti korupsi atau perdagangan narkotika terlarang.
"Semangatnya adalah mendorong kejujuran dalam mengungkap kebenaran materiil," tutur Ketut.