bakabar.com, RANTAU - Kejaksaan Negeri Tapin menyerahkan berkas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler di Dinas Pendidikan Tapin tahun anggaran 2021.
Penyerahan dari jaksa penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) berlangsung dengan konferensi pers yang dipimpin Kajari Tapin Adi Fakhruddin didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Dwi Kurnianto dan Jaksa Fungsional pada Seksi Tindak Pidana Khusus, Johan Wibowo, Selasa (7/11).
Baca Juga: Korupsi Dana BOS Ratusan Juta di Tapin, Satu ASN Ditetapkan Jadi Tersangka
Diketahui, ASN berinisial RH (54) warga Kecamatan Tapin Utara jadi terdakwa kasus dugaan korupsi penyimpangan dana BOS Reguler untuk kegiatan asesmen atau evaluasi pembelajaran untuk 174 SD se-Kabupaten Tapin pada Dinas Pendidikan TA 2021.
Terkait penerimaan dan pengeluaran kegiatan penggandaan soal ujian yang dananya bersumber dari Dana BOS Reguler tidak disertai bukti pertanggungjawaban.
Salain itu dari jumlah penerimaan Kas Dana BOS Reguler untuk kegiatan tersebut sebanyak Rp 559.237.500. Terdapat selisih dengan total kerugian negara sebesar Rp 387.607.000.
Kajari Tapin, Adi Fakhruddin mengatakan, dari tahap penyelidikan ke penyidikan semua berkas lengkap, baik syarat formil maupun materiil, sehingga hari ini berkasnya tahap II diserahkan.
"Berikutnya akan dilakukan persidangan dan terhadap tersangka RH dilakukan penahanan di Rutan Kelas IIB Rantau selama 20 hari sebelum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor di Banjarmasin," jelasnya.
Adapun uang kerugian negara yang sebelumnya dikorupsi terdakwa RH sudah dikembalikan secara utuh sepenuhnya. Namun demikian hal belum tentu mengurangi masa hukumannya.
"Kita lihat nanti prosesnya, yang pasti nanti kita lihat fakta di persidangan. Nantikan dalam tuntutan kita juga akan ada proses hal-hal yang meringankan maupun memberatkan," ujarnya.
Saat ditanya terkait status PNS RH? Adi menyampaikan bahwa hal itu bukan ranah pihaknya untuk menjawab nasib status terdakwa.
"Bukan ranah kami untuk menjawab itu, namun kami sudah menyampaikan kepada pihak instansi yang bersangkutan," ujarnya.
Sebelumnya, RH disangka melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 subsider UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31.
"Ancaman hukumannya 15 tahun kurungan penjara," pungkas Kajari Tapin.