News

Kasus Asusila Menimpa Pelajar Menjadi Sorotan Disdik Kotim

Disdik Kotim menyoroti kasus asusila yang menimpa pelajar khususnya di wilayah Kabupaten Kotim, yang tengah ramai diperbincangkan belakangan ini.

Featured-Image
Pelajar rentan jadi korban asusila. Foto: ilustrasi/antara

bakabar.com, SAMPIT - Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur menyoroti kasus asusila yang menimpa pelajar khususnya di wilayah kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng, yang tengah ramai diperbincangkan belakangan ini.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kotim Muhammad Irfansyah, pemerintah melalui kementerian pendidikan dasar dan menengah sudah mengeluarkan peraturan tentang pembentukan tim pencegahan penanganan kekerasan (TPPK) di setiap satuan pendidikan.

"Tim ini bertugas melakukan tindak pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah. Termasuk pencegahan adanya tindak asusila, karena hal itu juga masuk dalam kategori kekerasan baik itu pelecehan secara fisik maupun verbal," ujarnya, Kamis (16/01/2025).

Tambahnya, pelaksanaan program tim TPPK tersebut saat ini sudah di tahap pembentukan. Selanjutnya akan mengikuti pelatihan untuk melakukan pencegahan kekerasan.

"Sementara untuk penanganan nantinya harus melibatkan ahli di bidang ini seperti psikolog maupun dokter. Berbeda dengan pencegahan yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah maupun guru, yang mana saya kerap kali berpesan bahwa kekerasan itu kerap kali terjadi pada saat jam kosong," ungkapnya.

Baik itu perkelahian, pemerasan, pemukulan, bullying atau kekerasan seksual. Selain jam kosong situasi yang kerap kali memicu terjadinya kekerasan yaitu pada saat jam pulang sekolah, terutama ketika berada sekitar 500 meter di luar sekolah sudah lepas dari pengawasan.

"Ini harus bisa kita cegah dengan menyesuaikan karakteristik sekolah masing-masing. Termasuk memberikan pemahaman kepada peserta didik terkait batasan-batasan perilaku yang boleh dilakukan," ucapnya.

Irfansyah juga mengingatkan agar para guru berhati-hati saat bersikap di lingkungan sekolah. Ia mencontohkan jika pada saat pelaksanaan upacara ada peserta didik yang pingsan atau sakit hendaknya guru yang membantu mengevakuasi berjenis kelamin yang sama.

"Misalnya perempuan yang pingsan maka guru yang perempuan juga membantu mengangkatnya, Begitu juga dengan laki-laki. Karena meskipun niat kita baik terkadang ada saja perbedaan interprestasinya," jelas Irfansyah.

Dirinya meminta agar sekolah bekerjasama dengan para orang tua untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik terkait organ vital yang tidak boleh disentuh oleh siapapun.

"Anak-anak harus diberikan pemahaman sejak dini khususnya yang mengenai bagian tubuh mereka, agar mereka mengetahui kapan, dimana dan siapa yang boleh menanyai atau memeriksanya beserta batasan organ mana saja yang tidak boleh dilihat atau dipegang orang lain," tandasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner