bakabar.com, BANJARMASIN – Viralnya unggahan "Aku korban pemerkosaan" turut jadi perhatian pengamat hukum, Muhammad Pazri.
Sejatinya kasus ini sudah bergulir sejak akhir tahun lalu. bakabar.com bahkan sempat meminta pandangan Pazri soal pemerkosaan yang dilakukan seorang anggota polisi di Banjarmasin.
"Namun saya baru tahu kalau korbannya mahasiswi magang Universitas Lambung Mangkurat (ULM)," ungkapnya kepada bakabar.com, Senin (24/1).
Diketahui, BT berpangkat Bripka diketahui berasal dari Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Banjarmasin sudah divonis hukuman 2 tahun 6 bulan.
Namun, korban berinisial D merasa itu tak sepadan dengan apa yang dialaminya. Lewat media sosial, D mengaku kehilangan masa depan dan seakan tak punya lagi tujuan hidup.
Lantas, sudah sepadan kah vonis 2 tahun 6 bulan dengan jeratan Pasal 286 KUHP untuk BT?
Pertama, Pazri menyebut hal ini perlu diklarifikasi dari penyidik (kepolisian) dan jaksa menerapkan pasal tersebut. Sebab, tuntutannya hanya 3 tahun 6 bulan.
"Anehnya, majelis hakim juga tidak maksimal putusannya yakni hanya 2 tahun 6 bulan, sehingga tidak adil bagi korban," ujarnya.
Direktur Utama Advokat Borneo Law Firm ini berpandangan mestinya terdakwa dijerat dengan hukum sesuai kronologi
Seperti yang ramai di media sosial, D mengaku sempat dicekoki minuman sebelum mengalami pemerkosaan di sebuah kamar hotel.
"Bisa saja dikenakan Pasal 285 KUHP," tutur Pazri.
Bunyinya; Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun Jo Pasal 89 KUHP bahwa melakukan kekerasan dapat disamakan dengan membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya.
"Pingsan artinya hilang ingatan atau tidak sadar akan dirinya, atau tidak mengetahui lagi apa yang terjadi dengan dirinya," jelasnya.
Namun, lanjut Pazri, pada dakwaan dan tuntutan Jaksa terdakwa hanya dikenakan dakwaan Pertama Pasal 286 KHUP yang ancaman hanya 9 tahun, atau Dakwaan Kedua Pasal 290 ke 1 KUHP ancaman hanya 7 tahun.
Putusan dibacakan tanggal 13 Januari 2022 lalu. Pazri berharap Jaksa seharusnya melakukan banding agar mengoptimalkan putusannnya untuk keadilan bagi korban dan efek jera.