bakabar.com, SAMARINDA – Provinsi Kalimantan Timur didaulat sebagai lokasi percontohan penurunan emisi deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, pemerintah setempat akan melibatkan pihak swasta dalam pembangunan rendah karbon.
Menurut Plt Sekprov Kaltim Meiliana, apresiasi pusat ini tak terlepas dari komitmen Kaltim terhadap pembangunan hijau.
Bank Dunia (World Bank), kata dia, telah menyetujui ERPD (Emission Reduction Program Document) atau Dokumen Program Pengurangan Emisi "East Kalimantan Jurisdictional Emission Reductions Program, Indonesia".
"Implementasi program penurunan emisi Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dimulai pada 2020-2024. World Bank akan memberikan dana sekitar US$110 juta atau setara dengan 22 juta ton CO2e. Jika Kaltim dapat memenuhi target penurunan emisi sebagaimana tercantum dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani September 2017 oleh Sekjen KLHK dengan Bank Dunia," jelas Meiliana dikutip bakabar.com dari laman resmi Pemprov Kaltim di Samarinda, Jumat (12/4).
Menurut Meiliana, Dokumen Program Pengurangan Emisi/ERPD yang diusulkan Pemprov Kaltim sebenarnya sudah sejalan dan seirama dengan program Kaltim Green sehingga pelibatan seluruh pihak sangat diperlukan. Mulai OPD lingkup Pemprov juga swasta. Terutama perusahaan-perusahaan terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan lahan.
Baca Juga: Gubernur Tak Bergeming, Aliansi Peduli Karst Serukan Tolak Pabrik Semen Jilid II
"Menjadi suatu keniscayaan dalam pencapaian target pembangunan rendah karbon di Kaltim sangat bisa dilakukan. Pelibatan sektor swasta dalam pembangunan rendah karbon sangat tepat. Karena swasta memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan maupun lahan. Swasta sekarang harus berpedoman pada 3P: profit, people dan planet," kata Meiliana.
Sementara Kepala P3SEKPI Dr Syaiful Anwar, mengungkapkan saat ini merupakan tahun ke-9 berjalannya komitmen Pemprov Kaltim untuk melaksanakan pembangunan rendah karbon atau dimulai sejak dideklarasikannya Kaltim Green pada 2010 lalu. Dan semakin diperkuat dengan deklarasi Green Growth Compact pada Mei 2016 di Kaltim yang ditandatangani stakeholder terkait.
"Melalui perjalanan panjang dengan melibatkan sejumlah stkaholder dokumen program pengurangan emisi gas rumah kaca ERPD 2020-2024. Akhirnya disetujui negara-negara donor pada Carbon Fund Meeting di Washington DC Februari 2019. Dan mendapat dukungan pendanaan mekanisme intensif positif dari FCPF World Bank. Kaltim harus bangga, karena menjadi provinsi yang pertama mengimplementasikannya di Indonesia," ungkap Syaiful.
Kemarin, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) bekerjasama dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim dan Pemprov Kaltim mengadakan sebuah workshop. ‘Workshop Mencari Terobosan Kebijakan untuk Mendorong Peran Swasta dalam Pembangunan Rendah Karbon di Kaltim, di ballroom Hotel Selyca Mulia,’ Kamis (11/04).
Meiliana berharap workshop menghasilkan opsi-opsi kebijakan tepat untuk mendorong peningkatan peran swasta dalam pengurangan emisi karbon berbasis lahan di Kaltim.
“Workshop ini semoga dapat merumuskan rekomendasi kebijakan yang tepat dan efektif untuk mendorong keterlibatan usaha dalam pembangunan rendah karbon di Kaltim,” harapnya.
Baca Juga: Kawasan Ekosistem Esensial Wehea-Kelay Bakal Jadi Rujukan
Editor: Fariz Fadhillah