bakabar.com, JAKARTA - Suara sumbang untuk pemerintah terus mengalir di Kalimantan Selatan. Lagi-lagi dari mulut Anang Rosyadi.
Tak cuma urusan Km 171 di Tanah Bumbu. Aktivis Kalsel itu juga menyoal rencana megaproyek Jembatan Pulau Laut. Yang belakangan terancam gagal dibangun lantaran pemerintah lagi kere.
Di sinilah radang anang memuncak. Bisa-bisanya pemerintah mengaku tak punya uang. Padahal cuma Rp2,8 triluan. Tidak semahal Sirkuit Mandalika yang menyisakan utang Rp4,6 triliun.
Baca Juga: Maaf! Megaproyek Jembatan Pulau Laut Kalsel Belum Bisa Dibangun
Baca Juga: Rugi Miliaran, WSBK Dicoret dari Mandalika, Bagaimana Nasib MotoGP?
"Padahal sirkuit itu tidak menghasilkan apa-apa. Kalau jembatan ini jelas untuk kepentingan masyarakat," gusarnya.
Kata Anang, It's okay! Sirkuit itu bukan hal buruk. Sempat menarik perhatian dunia saat MotoGP 2022 lalu. Setidaknya soal pawang hujan. Mantap!
"Tapi utamakan dulu apa yang jadi kebutuhan rakyat," ucapnya.
Ia benar. Apa artinya Sirkuit Mandalika saat ini. Bahkan pramusim MotoGP 2023 saja tak digelar di sini. Tak ada dampak untuk kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Maaf! Megaproyek Jembatan Pulau Laut Kalsel Belum Bisa Dibangun
Baca Juga: Megaproyek Jembatan Pulau Laut: Yakin Serius?
Jangan heran jika Anang memberang. Pemerintah ia anggap terlalu entertain. Sampai-sampai abai dengan Km 171 dan pelit untuk Jembatan Pulau Laut.
"Padahal uangnya datang dari sini juga. Dari hasil rampokan mereka," gedeknya.
Anang keras, lantang, gahar. Ia menolak Kalsel jadi sapi peras. Hasil kekayaan alam yang dikeruk tak pernah kembali. Malahan, dibebani utang negara.
"Masyarakat Kalsel tidak ingin terbebani hutang oleh korupsi yang dilakukan pemerintah," tegasnya.
Tuduhan Anang, cukup ekstrem. Tolong jangan baper. Nikmati saja pertandingan Indonesia vs Argentina itu. Siapa tahu Messi mendadak datang. Amin!
Baca Juga: Gusar Senayan untuk Km 171 Tanbu, Habib Banua: Jangan Seperti Papua!
Baca Juga: Pemprov Kalsel: Megaproyek Jembatan Pulau Laut Berlanjut
Ia menuding pemerintah seperti penjajah. Kata dia, ini kolonialisme baru. Yang hanya bisa mengeksploitasi, namun tak adil dalam membagi anggaran dan kebijakan.
"Alam Kalsel dieksploitasi untuk menyumbang Indonesia. Tapi hasilnya tidak berpihak pada Kalimantan," nyinyirnya.
Dirinya lantas menyerukan perlawanan. Kekayaan Kalsel tak boleh lagi seenaknya dikeruk.
"Kalsel harus bangkit. Kalsel harus melawan. Jangan lagi dieksploitasi, kami meminta hak kami. Selesaikan masalah Km 171, bangun Jembatan Pulau Laut!," tuntutnya.
Kepastian megaproyek Jembatan Pulau Laut di halaman selanjutnya:
WARGA Tanah Bumbu dan Kotabaru mesti bersabar. Megaproyek Jembatan Pulau Laut tak akan dikerjakan dalam waktu dekat. Paling cepat lima tahun lagi.
Fakta itu diungkapkan oleh Kementerian PUPR melalui keterangan resminya kepada bakabar.com, Jumat (16/) sore.
"Jembatan Pulau Laut layak untuk dibangun pada periode 2030-2035," begitu tulisan dalam suratnya.
Jika mengacu keterangan kementerian, setidaknya butuh uang Rp2,83 triliun untuk menyelesaikan pembangunan Jembatan Pulau Laut. Angka yang tak sedikit. Pemerintah butuh ancang-ancang.
Pembangunan jembatan ini sebenarnya sudah diwacanakan sejak 2015. Pemprov Kalsel lalu ingin merealisasikannya pada 2024. Itu arahan Gubernur Sahbirin Noor, sebelum masa jabatannya habis.
Skemanya, patungan. Pemprov menyumbang Rp300 miliar, sedangkan Pemkab Tanah Bumbu dan Kotabaru masing-masing Rp100 miliar. Dana itu harus dikucurkan selama lima tahun.
Jika ditotal uang yang terkumpul selama lima tahun itu baru Rp2,5 triliun. Angkanya masih minus sekitar Rp300 miliar. Itupun jika APBD daerah tak ngos-ngosan.
Uang segitu jelas tak cukup. Tetap butuh bantuan uang dari pusat. Tapi nyatanya, Kementerian PUPR berkata lain. Dalam waktu secepat itu, mereka tak bisa bantu.
"Jika Pemprov Kalsel ingin pembangunan jembatan itu pada tahun 2024, maka kami menyarankan untuk menggunakan metode pembiayaan lain. Sesuai peraturan perundangan seperti Loan, skema KPBU, dll," terang kementerian.
Intinya, Kementerian PUPR angkat tangan jika megaproyek itu dipaksakan berjalan 2024. Terlalu berisiko.
"Pembangunan jembatan tersebut tidak dapat diambil sepenuhnya oleh Kementerian PUPR, mengingat keterbatasan pendanaan," tutupnya.